Kiriman Ummu Khoir
http://ummukhoir.blogspot.com
Saya mengirimkan sebuah sms panjang yang isi singkatnya adalah kurang lebih sebagai berikut: "... bahwa jangan pernah kita berhenti bermotivasi hanya karena Allah SWT semata."
Tawa Lebar Timses Ratu Atut Chosiyah Setelah Sukses Besar Menggulung Pasutri Ikang-Marissa, sangat mungkin tak lama lagi akan menjadi tangis pilu yang menusuk hati. Apalagi kalau bukan balasan atas energi jahat yang menggulung mereka sendiri -- hukum kekekalan energi...
Kami semua pastikan bahwa ada yang sedang tertawa lebar atas sukses gemilang timses Ratu Atut Chosiyah Setelah Sukses Besar Menggulung Pasutri Ikang-Marissa dalam Pileg kemarin ini. Namun Gusti Ora Sae, Allah SWT tidak pernah tidur, dan dunia selalu berputar.
Janganlah kita mengaku paling beriman dan paling mengerti bedanya surga dan neraka kalau untuk diri sendiri tidak mampu membedakan harus berkawan dengan siapa agar mampu menjadi Kekasih Allah...
Segitiga Ilmu Komunikasi Edgar Dale Cone
Sabtu, 19 September 2009
Kamis, 10 September 2009
Fernita Darwis Sesama Kader PPP-ku Diduga Calo di KPU atas Hasil Putaran 3 DPR RI: Kirim Berita Marissa Haque
JAKARTA - SURYA- Lama menanti tanpa ada kepastian tindakan, membuat artis yang banting stir menjadi politisi, Marissa Haque, mendatangi lagi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/9). Bersama sejumlah caleg yang gagal dalam Pemilu legislatif (Pileg) 2009, Marissa Haque Fawzi didampingi kuasa hukumnya, Dr. H. Eggy Sudjana, SH, MSi. Marissa mempertanyakan soal laporan dugaan politik uang dalam Pileg 2009 yang disampaikan ke KPK dua bulan lalu.
Setelah sempat melakukan protes karena menunggu terlalu lama yakni empat jam, Marissa dan belasan caleg gagal akhirnya difasilitasi untuk bertemu pimpinan KPK
Hari Senin (7/9) lalu, Marissa dan kawan-kawannya sudah menyambangi Mabes Polri. Mereka melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena tidak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami ingin menanyakan sejauh mana sikap KPK, terhadap laporan kita dua bulan lalu atas jual beli kursi. Seperti kursi saya di PPP seharga Rp1 miliar,” kata caleg PPP dari Dapil Jabar 1 yang meliputi Kota Bandung dan Cimahi.
Marissa Dia mengaku punya alat bukti, yakni rumah mewah baru di Bintaro, Tangerang, milik saksi dari PPP yakni Fernita Darwis. Padahal dengan suami yang pengangguran dan pekerjaannya dari berpolitik, hal itu jadi tanda tanya besar bagi Marissa darimana asal uangnya.
Marissa melaporkan Fernita Darwis dan suaminya Darwis Hamid karena diduga telah melakukan kesepakatan tertentu dengan oknum KPU untuk menjual kursinya senilai Rp1 miliar.Nasib serupa dialami 14 caleg lain dari partai berbeda. Mereka juga menyatakan, kursinya dihargai Rp 1 miliar.
Istri Ikang Fauzi itu juga membeberkan pengalaman nyata suaminya dengan broker kursi legislatif saat Pileg lalu. “Kami merasa dipermainkan dan didzolimi KPU. Selama ini kami merasakan negara tidak melindungi hak konstitusi sebagian warga negaranya,” tambah Icha, sapaannya.
Farouk, caleg gagal dari Partai Hanura juga mengaku jadi korban politik karena terjadi abuse of power. Karena itu dia ikut berjuang mendapatkan keadilan. Selain ke polisi dan KPK, kasus juga sudah dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi, tapi belum ada tindak lanjut. jbp/nda
Label:
eggy sudjana,
fernita darwis,
kpk,
kpu,
marissa haque,
ppp
Minggu, 30 Agustus 2009
Prof. Dr. Dudung Darusman Kiblat Marissa Haque Temanku dalam Urusan Pengelolaan Hutan Mandiri Indonesia
SEKAPUR SIRIH
Blog ini hanya sebagian cara untuk menyebarluaskan informasi tentang saya agar warga IPB mengenali siapa dan bagaimana keadaan saya sebagai salah satu diantara tujuh pilihan calon rektor IPB.
Bagi saya adalah tak pantas untuk meminta, tapi wajib untuk menerima amanah, khususnya jabatan, dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu apa yang disajikan disini hanya termasuk pada kategori “amar ma’ruf nahi munkar”, menyeru pada kema’rufan dan mencegah pada kemunkaran, sebagaimana tuntunan Al Qur’an dalam Surah Ali Imran ayat 104. Insya Allah
PROFIL
Prof. Dudung Darusman dilahirkan di Ciamis, 14 September 1950. Suami dari Prof. Latifah K. Darusman (dosen FMIPA IPB), dikaruniai 2 orang putra yaitu Dani Hanifah (alm) dan drh. Huda Salahuddin Darusman (dosen FKH IPB). S1 diselesaikan tahun 1975 di Fahutan IPB. Pendidikan Purna Sarjana Ekonomi Kehutanan di UGM tahun 1976. S-2 bidang Resource Economic dari Departement of Agricultural Economics University of Wisconsin USA tahun 1984. S-3 dari Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan IPB diselesaikan pada tahun 1989. Tahun 1995 diangkat menjadi Guru Besar Tetap IPB bidang Ekonomi Sumberdaya Hutan. Sejak 1992 – sekarang sebagai Kepala Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan.
Beberapa jabatan yang pernah diembannya yaitu selama dua periode, 1989-1992 dan 1992-1996 sebagai Dekan Fakultas Kehutanan IPB; tahun 1996-1999 sebagai Ketua Lembaga Penelitian IPB dan pada tahun 1999 sebagai Staf Ahli Menteri Kehutanan dan Perkebunan bidang Sosial dan Ekonomi.
Sumber: http://ddarusman.wordpress.com/
Beberapa Pokok Pikiran Beliau:
PIMPIN-MEMIMPIN
Dalam atmosfer demokrasi, memang seorang pemimpin itu harus ada unsur populis, pilihan dan kesukaan warga, pilihan pikiran dan hati warga. Kepopulisan itu harus dipelihara secara dinamis (tidak statis), agar kedekatan dan dukungan warga tetap terpelihara. Ungkapan “seorang pemimpin harus berani tidak popular” perlu disikapi secara bijaksana, karena sesungguhnya bertentangan dengan kekuatan pemimpin yang dipilih secara demokratis.
Ada di antara calon pemimpin yang cerdas, brilian dan keras kemauannya untuk berubah maju, tapi tidak ramah dan tinggi hati, sehingga tidak disukai warga. Ada juga yang ramah dan rendah hati serta disukai warga, tapi kurang cerdas, kurang brilian dan adem-ayem saja, kurang minat dan kurang semangat untuk perubahan. Dalam situasi seperti itu, proses demokrasi akhirnya seringkali memunculkan pemimpin yang setengah cerdas/brilian dan setengah ramah/disukai masyarakat. Output pemilihan yang setengah-setengah seperti itu sesungguhnya menjadi “hambatan inherent” baik untuk menciptakan kemajuan,maupun ketenangan dan kenyamanan warganya.
Maka, adalah menjadi kewajiban (demi kemajuan bersama) bagi orang-orang yang cerdas/brilian untuk menjadi ramah/rendah hati/disukai warga.Di sisi lain, juga perlu meminta warga untuk sadar dan berani memilih pimpinan yang cerdas/brilian /keras kemauan, kemudian maklumi dan sukailah dia ! Wallahu alam.
Pontianak, 1-7-2005.
SISTIM PENDIDIKAN BANGSA
Bila kita perlu dan harus hidup bersama. Bila kita ingin yang pandai dengan yang bodoh semua mendapat peran dalam kehidupan. Bila kita percaya yang pandai tidaklah perlu banyak (tapi pasti harus ada) untuk menciptakan ide-ide yang baik, selebihnya adalah yang mau dan tekun melaksanakan ide-ide itu dan yang seperti ituperlu banyak, …………………..
maka, dalam sistim pendidikantidaklah tepat bila hanya yang pandai yang dihargai bahkan diagungkan dengan berbagai identitas penghargaan. Kedua-duanya perlu dianggap sederajat, sebagaimana kesetaraan perannya dalam kehidupan. Penghargaan yang sepadan terhadap yang pandai adalah diturutinya, digunakannya dan dipraktekannya ide-ide baik yang diciptakannya. Mereka yang bodoh sejak awal tidak boleh disepelekan atau dihinakan, hargai mereka dengan diajak agar mengerti, mau dan kemudian tekun mempraktekkan ide-ide yang baik karya cipta mereka yang pandai itu. Dengan begitu kebaikan demi kebaikan akan dibesarkan (amplified) dan dikembangbiakkan. Negara yang maju-maju di dunia ini tentu saja memiliki orang-orang pandai, tapi belum tentu yang paling banyak orang-orang pandainya. Negara yang maju adalah yang mau dan mampu membuat kebersamaan antara yang pandai dan yang bodoh yang dimilikinya.
Bila, tokoh-tokoh pematung di masyarakat Bali, yang sangat pandai & cerdas menciptakan model-model patung dari waktu ke waktu, merasa tidak perlu mendapat penghargaan atau imbalan (misalnya hak cipta), tapi telah merasa bahagia, bangga dan dihargai dengan dihayati dan diikuti pembuatannya oleh pematung-pematung lainnya. Mereka membiarkan ciptaan yang baik itu di-amplify demi kehidupan bersama. Mereka percaya bahwa kecerdasan & talenta adalah anugrah dari Tuhannya, sehingga sudah sangat bahagia dan bersyukur bila mereka telah menjadi pilihan Tuhan untuk menyalurkan ”keindahan cahayaNya”. Seperti pohon yang baik, bila buahnya dipetik pohon akan tetap dan terus berbuah lagi,……………………….
maka, jadilah masyarakat Bali yang lebih makmur dibandingkan dengan masyarakat Indonesia di tempat-tempat lainnya.
Bila, ………. bila dan bila-bila itu benar adanya,………………………maka, peneliti yang baik tidak perlu diagung-agungkan dengan berbagai penghargaan dan keistimewaan, tapi hargai ia dengan mengerti, menuruti dan mengadopsi hasil-hasil penelitiannya. Peneliti-peneliti lainnya berusaha meng-amplify dan mempercepat hasil penelitian yang baik itu melalui atau dengan jaringan penelitian yang mendukung,………………………
maka, dosen yang baik tidak perlu diagung-agungkan dengan berbagai gelar juara dan keistimewaan, tapi hargai ia dengan mendengar dan menghayati ilmu yang disampaikannya. Dosen-dosen lainnya menghargai ia dengan menyebarluaskan ilmu yang baik itu melalui kuliah-kuliah yang diberikannya.
Bila kemajuan teknologi pengolahan susu memerlukan kemajuan dalam peternakan sapi perah. Bila kemajuan arsitektur lanskap memerlukan kemajuan dalam teknologi budidaya tanaman. Bila kemajuan teknologi biodiesel memerlukan kemajuan dalam teknologi budidayatanaman Jarak. Bila kemajuan di satu kegiatan (sektor) memerlukan kemajuan kegiatan (sektor) lainnya,…………………………
maka, dalam sistim pendidikan harus dapat membuat yang pandai menyebar secara seimbang dalam berbagai kegiatan atau sektor, agar kemajuan demi kemajuan terus bersambutdan kekuatan demi kekuatan terus terwujud,………………………….
maka, dalam sistim pendidikan tidak boleh muncul anggapan dan sikap bahwa kegiatan (sektor)tertentu lebih penting atau lebih berperan dari pada yang lain. Sesungguhnya tidak ada salahnya bila ada kegiatan (sektor) tertentu yang sedang populer di masyarakat, namun sistim pendidikan tidak boleh silau dan bias oleh kepopuleran itu, karena yang harus dibangun adalah semuanya.
Darmaga, 27-12-2005
PROFESIONAL YANG BAGAIMANA ?
Profesional bagi seseorang dapat diartikan sebagai berpegang pada pekerjaan sebagai sumber kehidupan, atau diartikan pula sebagai tingkat keteguhan dan kemantapan seseorang pada bidang pekerjaannya. Dalam tingkat perorangan hal itu cukup jelas pengertiannya. Namun pada tingkat kebersamaan pengertian itu belum cukup untuk membuat sifat profesional membuahkan manfaat dan kemaslahatan, artinya sifat profesional perorangan harus ditambahi dengan sifat memperhatikan secara sungguh-sungguh akan kepentingan bersama atau kepentingan umum.
Bila seorang profesional sudah mengutamakan penghasilan daripada cara memperolehnya, maka setiap pekerjaan atau kesempatan apapun yang dapat memberi penghasilan akan mendapatkan justifikasinya. Misalnya, seseorang ahli tertentu mengatakan bahwa dia professional dengan mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, sekalipun pekerjaan itu dampaknya akan bertentangan dengan kepentingan umum. Dia mengatakan bahwa dampak dari pekerjaannya itu bukan urusannya, dan yang menjadi urusannya adalah mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik mungkin.
Indonesia sekarang ini sudah memiliki sangat banyak profesional dalam berbagai bidang yang cukup luas. IPB ini juga telah memiliki banyak sekali ahli pada seluruh aspek pertanian. Sayangnya, Indonesia ini dan IPB ini belum banyak memiliki profesional dan akhli yang mementingkan kepentingan bersama. Wallahu alam.
Bogor, 5 April 2005.
CORPORATE CULTURE
Corporate culture atau budaya perusahaan adalah budaya yang berorientasi kepada keuntungan dan pertumbuhan. Hanya dengan memupuk keuntungan (kekuatan lebih) pertumbuhan dapat terjadi.Budaya perusahaan tidak menyuruh memupuk keuntungan yang sebesar-besarnya dan pertumbuhan yang tak terbatas, tapi yang menyuruh demikian adalah budaya tamak (aspek social).Cara mendapat keuntungan dan pertumbuhan terus berkembang , baik dengan mengandalkan kekuatan sendiri yang ada maupun outsourcing, atau menggunakan bantuan kekuatan luar. Namun ada beberapa unsur budaya perusahaan yang dalam cara apapun harus menjadi syarat untuk keberhasilannya. Setidaknya ada 4 unsur, sebagai berikut.
1. Hemat.
Keuntungan hanya dapat diperoleh bila pendapatan lebih besar dari pengeluaran. Prinsipnya keuntungan diperoleh dengan cara memperbesar pendapatan dan/atau memperkecil pengeluaran. Sifat hemat sangat diperlukan sejak awal dimana belum ada (masih kecilnya) pendapatan, agar segala potensi/kekuatan diperuntukan untuk produksi. Sifat hemat tetapdiperlukan juga, saat setelah berkembang agar pertumbuhan mantap dapat dipercepat. Sifat tidak hemat, bahkan boros, dapat menggagalkan proses produksi dan mengeroposkan pertumbuhan, sekalipun skema teknologi dan manajemen yang diterapkan sudah tepat. Budaya konsumtif, tampil tinggi, suka mark-up dan lain-lain adalah wujud sifat tidak hemat.
2. Kenaikan imbalan berasal dari hasil/keuntungan.
Ungkapan perlunya pemenuhan imbalan minimal terlebih dahulu perlu dipikirkan hati-hati, di samping besarnya sangat relatif juga sama dengan ”memetik buah dari pohon yang belum tumbuh”. Secara filosofis, profesi pertanian (yang normal/wajar) mengajarkan tanam dulu nanti baru panen. Intinya, mereka yang mampu menahan diri terhadap tuntutan kecukupan imbalan akan segera berbuat dengan sungguh-sungguh.
3. Maju dengan kekuatan yang dimiliki.
Suatu keinginan, akhirnya harus diputuskan berdasarkan kemampuan, bukan atas dasar impian. Bantuan pihak luar (hampir selalu ada konsekwensi ikatan) hanya berperan sekunder saja. Bila suatu keinginan ternyata tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan dari luar (bahkan sekedar inisiasi sekalipun), maka berarti keinginan itu tidak pantas kita teruskan.
4. Bantuan luar (terutama pinjaman) masih berada pada lingkup periode tanggung jawab manajemen yang meminjam.
Kalkulasikelayakan pinjaman seharusnya dibatasi pada periode manajemen yang bersangkutan, tidak dilimpahkan pada manajemen selanjutnya. Secara objektif,manajemen yang sekarang tidak mungkin mengetahui kebijaksanaan manajemen selanjutnya. Bila dalam periode manajemen yang bersangkutan bantuan luar itu tidak mungkin/layak, maka berarti keinginannya sendiri tidak layak, atau harus disesuaikan.
Demikanlah beberapa unsur budaya perusahaan yang sempat saya pelajari, semoga bermanfaat.
Darmaga, 27 Maret 2006.
Jumat, 07 Agustus 2009
Tajam Mata Tajam Hati: Tiga Bidadari PPP 2009
SEBAGAI salah seorang model senior, Ratih Sanggarwati memang mempunyai kedalaman dalam melihat model yunior atau yang sedang menapakkan karier di dunia catwalk. Sehingga tidak aneh jika perempuan asal Ngawi, Jawa Timur ini mampu menebak seseorang model atau tidak dari cara jalannya saja.
''Bukan itu saja. Saya juga bisa tahu dan hampir selalu dapat dipastikan mampu menebak seseorang berprofesi sebagai model atau bukan dari cara bicaranya,'' kata Ratih yang sekarang lebih suka menyingkat nama belakangnya menjadi Sang.
''Dan hampir dapat dipastikan juga semua model nyaris tidak senang menggunakan kerudung,'' imbuhnya. Hal inilah yang membuatnya gundah kemudian memutuskan mendirikan Lembaga Pendidikan Ratih Sang (LPRS), yang mengharuskan semua karyawan perempuannya menggunakan kerudung.
''Bahkan ketika saya menyeleksi para finalis Top Model Muslimah 2005, saya mampu membaca model yang benar-benar mengenakan kerudung atas kemauan sendiri atau hanya karena kompetisi belaka''.
Oleh karena itulah Ratih harus mempunyai ketajaman mata dan hati untuk benar-benar mampu menyeleksi para konstestannya.
''Saya pernah meng-cancel dua peserta dari sebuah wilayah karena saya punya ketajaman mata hati ia mengenakan kerudung hanya untuk mengejar juara belaka. Meski ia sebenarnya seorang model,'' kata Ratih. Kendati demikian, dia mengaku tidak mempunyai pandangan minor terhadap perempuan yang tidak mengenakan kerudung. (G20-45)
Label:
marissa haque,
okky asokawati,
ratih sanggarwaty
Apakah Indonesia negara hukum?
Jelas tercantum didalam UUD 45 Pasal 1 ayat 3. Apakah hukum positif Indonesia mampu ditegakkan dengan adil, setara, serta tidak tebang pilih selama masa 6 kali Indonesia ganti Presiden? Masih menjadi tanda tanya besar untuk menjawabnya dengan baik dan benar. Apakah hukum di Indonesia mampu berdiri tegak tanpa campur tangan politik tingkat tinggi demi kepentingan politik jangka pendek semata selama ini? Hmmmm... agak sulit menjawab dengan Jujur tanpa merasa takut ditangkap Polisi karena dianggap telah melakukan delik pidana Pasal 310 dan 311 KUHP terkait dengan perlakukan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik.
Photo diatas ini adalah saksi sejarah disaat saya pertama kali pada tahun 2007 disaat melaporkan kasus pemakaian ijazah aspal (asli tapi palsu) yang diduga digunakan oleh Ratu Atut Chosiyah disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu. Bambang Hendarso yang ketika itu menjabat sebagai Kabareskrim dan berpangkat Irjenpol menerima saya dan rekan pengacara saya bernama Khairil Poloan, SH, MH dan Yulita, SH, MH, termasuk mbak RA. Menik Haryani Kodrat sekretarisku yang setia selama 16 tahun masa pengabdian ini.
Bertempat dikantor Kabareskrim diruang kerjanya, Bambang Hendarso beserta tim intelnya yang sangat lengkap tersebut mendengarkan paparan investigasi yang telah saya lakukan selama masa hampir dua tahun terkait dengan kejahatan pidana Pilkada dari Kertas Suara Palsu yang diduga dilakukan terkait dengan Inkopol di Banten (Induk Koperasi Polisi), intimidasi, dan... ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE yang 'diduga' diterbitkan oleh Universitas Borobudur, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Kalimalang, Jakarta Timur.
Jajaran perwira tinggi Polri yang mendengarkan laporan saya tersebut diatas menjadi sebuah kemungkinkan atas jasa baik salah seorang 'Guru' Spiritual Bapak Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, MA bernama Habib Alkaff yang juga menjadi konsultas spiritual beberapa Pati (Perwira Tinggi) Polri lainnya. Habib Alkaff adalah yang memakai gamis putih dengan sorban hitam namun senang bersepatu boots ala militer, adalah seorang yang sangat ramah dan very helpful. Dia menganggap anak terhadap saya. Katanya anak perempuan Habib ada yang mirip dengan wajahku, sehingga rasa iba dan sayangnya muncul begitu melihat saya dan menyaksikan dari dekat bagaimana saya berjuang menjujurkan keadilan serta membingkai politik dengan hukum yang selama ini sangat liar di Indonesia. Dan menurut Habib katanya saya punya bakat menjadi Rabiah Al Adawiyah, yang ketika mendengar ungkapan tersebut saya malah menjadi tergelak lama tak dapat berhenti. Entah karena tiba-tiba saya menjadi ge'er atau entah karena merasa terharu atas sanjungan tersebut karena selama ini jarang sekali ada pihak yang berempati atau bahkan sekedar bersimpati terhadap apa yang sedang saya upayakan untuk dijujurkan demi Indonesia yang lebih baik dimasa depan.
Selain menemui Kabareskrim yang sekarang menjadi Kapolri, Habib Alkaff juga berbaik hati menemani saya dan tim lawyeruntuk melaporkan kasus Polisi Gadungan yang diduga dikirim oleh tim Atut didalam melakukan kontra intelijen didalam penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu yang dipakainya pada saat mengikuti Pilkada Banten 2006 yang lalu itu kepada Kadiv Propam (Provost dan Keamanan). Yaitu Kepala Divisi yang dianggap sebagai Hakimnya para perwira Polri, atau biasa mereka sebut sendiri sebagai 'malaikat pencabut nyawa' ditubuh Polri. Nama kadiv Propam tersebut adalah Irjenpol Gordon Mogoot. Tampak didalam gambar diatas duduk disamping kanan Habib Alkaff dan diapit disebelah kirinya Kapolda Maluku Utara Bapak Brigjen Pol Mustafa (orang Madura) yang sedang beranjangsana dikantor Pak Gordon Mogoot.
Setelah beberapa kali melakukan pelaporan atas delik pidana dugaan ijazah palsu tersebut, kami para penjujur keadilan masih menaruh harapan tinggi kepada Polri untuk meletakkan Hak Citizen Law Suit kepada relnya yang benar sesuai dengan apa yang dijanjikan didalam UUD 45. Melaporkan hal-hal pidana yang seharusnya segera ditindaklanjuti. Karena para anggota Polri yang bekerja sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat seharusnya faham bahwa mereka digaji oleh pajak masyarakat yang dipotong dari penghasilan mereka. Nah, respon oknum petinggi Polri atas laporan dugaan ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE apakah secepat apa yang diharapkan oleh rakyat selama ini?
Allahu Akbar! Dari sana saya sudah mulai dapat mencium gelagat akan sulitnya investigasi/penyelidikan yang akan saya lakukan kedepannya. Karena, bagaimana mungkin saya akan mudah menginteli intel polisi yang melakukan kejahatan pendidikan kalau yang saya invenstigasi justru termasuk salah satu pelaku aktif delik pidana tersebut?
Sampai hari ini saya belum pernah menyatakan menyerah atas konsprirasi dari kejahatan delik pidana pendidikan yang 'diduga' dilakukan Ratu Atut Chosiyah, SE dan Universitas Borobudur, Kalimalang, Jakarta Timur. Saya yakin, demi mendapatkan simpati yang lebih besar dari rakyat yang sebagian sudah mulai merasa lelah dengan kekurangtegasan Presiden SBY didalam 5 tahun masa pemerintahannya dan terkesan 'takut' terhadap partai yang membesarkan Rt Atut Chosiyah, SE, akan melakukan juklak dan juknis kepada Mendiknas dan Kapolri (yang dahulunya adalah Kabareskrim yang pertama kali menerima laporan saya atas citizen law suit terhadap pidana pendidikan ijazah palsu yang 'diduga' dilakukan oleh Rt Atut Chosiyah, SE disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu) sebagai delik pidana kebohongan publik untuk mendapatkan posisi birokrasi yang terncam oleh Pasal KUHP dan UU Sisdiknas.
Allahu Akbar! Allah tidak tidur... saya yakini cepat atau lambat ‘dugaan' kasus pidana ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE dari Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Kalimalang, Jakarta Timur akan terungkap dan seluruh stakeholders delik pidana yang terkait akan dimintakan pertangungjawabannya didepan publik. Bila Presiden SBY ingin terpilih lagi oleh rakyat pada Pipres 2009 didepan, saya yakini hati bersih beliau tentunya akan digerakkan oleh Kebenaran-Nya dan bersegera mengeluarkan Keppres baru dan membatalkan Keppres lama terkait dengan pembereskan kasus delik pidana Ratu Atut Chosiyah, SE yang diduga telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia.
Saya kasihan pada pendidikan Indonesia kita, saya kasihan pada rakyat Banten, dan saya sejujurkan saya juga kasihan kepada Ratu Atut Chosiyah, SE yang semakin lama semakin bertambah besar kebohongannya demi untuk menutupi delik pidana yang ‘diduga'selama ini telah dilakukannya bersama-sama dengan Universitas Borobudur yang telah mengeluarkan ijazah SE untuknya. Innalillahi wa innailaihi rojiuuunnnn... semoga Allah SWT terus melindungi kita semua dari murka-Nya.
Senin, 13 Juli 2009
I Have Climbed The Great Wall
Keindahan Beijing pertama kali saya dengar dari Mbak Marissa Haque. Ia sering bercerita tentang pengalaman indahnya saat shooting sinetron Kembang Setaman 13 tahun lalu. Sinetron yang dibintangi Ferry Salim dan Ida Iasha tersebut memang mengambil setting di China, khususnya Beijing. Saat itu Mbak Icha menjadi produser di bawah bendera PT. Rana Artha Mulia perusahan miliknya. Sutradanya Enison Sinaro. Di tengah asyiknya bercerita, tiba-tiba ia berniat mengajak saya ke Beijing satu saat nanti. Mbak Icha ingin mengenang kembali saat-saat indah pembuatan sinetron tersebut. Tentu saja saya pun agak berbunga-bunga menerima ajakan tersebut. Yang langsung terbersit di dalam benak adalah saya harus menginjakkan kaki di Tembok Besar China (The Great Wall of China) yang sangat monumental, menawan, dan bersejarah.
Keingingan menginjakkan kaki di Tembok Raksasa yang di China dikenal sebagai "tembok panjang 10.000 li" ini semakin menggebu setelah mendengar cerita Mbak Menik, sekretaris pribadi Mbak Icha. Apalagi bumbu cerita Mbak Menik cukup heboh dengan kenangan saat dirinya kesengsem sama pedagang buah di Beijing yang wajahnya mirip Chow Yun Fat, aktor China yang ngganteng.
Mbak Icha memang belum sempat mewujudkan niatnya. Beliau masih sibuk dengan urusan disertasi doktor di IPB, sibuk kuliah di Magister Manajemen UGM, dan pencalegan di DPR-RI yang melelahkan karena harus masuk ke penghitungan tahap III. Akan tetapi, karena keinginan ke Beijing cukup menggebu, Allah memberi jalan lain. Program Tadabur Alam tahunan Asbisindo Jawa Barat ternyata ke Beijing, China. Kota bersejarah yang sedang maju pesat ini dipilih setelah mengalahkan Hongkong, Filipina, dan Brunei Darussalam dalam polling intern. China dipilih bisa jadi karena para pengurus asosiasi bank syariah ini ingin mengamalkan anjuran Rasulullah untuk menuntut ilmu ke negeri China.
Saat menginjakkan kaki di Tembok Besar China, saya merasa bersyukur karena diberi kesempatan melihat satu dari 7 Keajaiban Dunia. Great Wall memang memesona. Bangunan dengan ketinggian 8 meter dengan lebar 5 meter tersebut terbentang sepanjang 6.400 km (studi pemetaan terakhir menyebutkan panjangnya 8.850 km) dan melewati 9 provinsi yang membentang dari Benteng Jiayu di Provinsi Gansu Tiongkok Barat sampai pinggir Sungai Yalu Provinsi Liaoning Tiongkok Timur Laut. Usianya pun cukup fantastis. Dibuat sejak masa Dinasti Qin, di bawah Kaisar Qin Shi Huang (221-207 SM) diteruskan pada masa Dinasi Han (207 SM - 9 M) dan diselesaikan pada masa Dinasti Ming (1368-1644).
Arsitektur tembok yang sempat ditembus oleh ilusionis David Coperfield ini memang mirip naga raksasa yang meliuk-liuk di punggung pegunungan China utara. Setiap 180-270 m dibuat menara pengintai atau menara api. Tingginya berkisar 11-12 m. Tempat ini berfungsi sebagai menara pengintai musuh. Sehingga apabila musuh datang bisa dengan cepat diketahui dan dikabarkan kepada penduduk negeri dengan mengepulkan asap dari menara pengintai. Tembok Besar China memang dibuat sebagai benteng pertahanan untuk menahan serbuan bangsa Mongol dari arah utara.
Diwisuda
Tembok Besar China masih membuat kagum saya. Dengan kekokohan, kekuatan, kemegahan dan kebesarannya sulit membayangkan bagaimana membawa material ke pegunungan, menghabiskan dana berapa, dan membutuhkan tenaga berapa orang. Menurut, David Lee, guide local kami, tidak kurang dari 10.000 orang meninggal dalam pembuatan Tembok Besar. Mayatnya langsung dikubur di bawah tembok.
Sementara itu, Tour Leader kami, Henny Liauw memberi tahu bahwa kalau ada yang bisa mencapai beberapa menara api, akan diberi sertifikat sebagai bukti sudah menapaki Tembok Besar hingga ke atas. Informasi itu tentu saja membuat kami penasaran. Apalagi Pak Masduki. Dirut PT. BPRS Baiturridha yang semasa mudanya senang mendaki gunung menantang saya untuk mendapat sertifikat tersebut. Saya, Pak Masduki dan Henny pun melenggang bertiga. Namun sampai menara pengintai keempat Henny menyerah. Ia tidak bisa melanjutkan ke pos pertama. Akhirnya saya dan Pak Masduki meneruskan perjalanan hingga ke pos pertama. Memang benar, walaupun bukan sertifikat seperti cerita Henny, di sebuah kedai dijual souvenir I Have Climbed The Great Wall yang bisa menuliskan grafir nama kita. Harganya murah hanya 30 Yuan. Saya dan Pak Masduki pun langsung membeli dengan bangga. Karena dari 19 orang rombongan, hanya saya berdua dan Pak Masduki yang mencapai pos pertama tersebut. Ketika asyik berfoto ria, Henny mengirim SMS bahwa David, sudah menunggu. Akhirnya saya dan Pak Masduki mempercepat turun.
Ketika sampai di menara keempat, Henny ternyata ditemani oleh Pak Denny, suami Bu Megawati (pimpinan Bank Niaga Syariah Bandung), ketika diceritakan kita mendapat sertifikat, Pak Denny sangat berminat. Apalagi Pak Masduki memprovokasi terus. Pak Denny akhirnya naik lagi. Dan pulang membawa sertifikat (souvenir) untuk dikenang anak cucu. Kami pun mewisuda diri sendiri (bertiga) dengan memperlihatkan souvenir "bersejarah" bagi kami. Sekalipun David sudah cemberut menunggu kami yang lewat 1 jam, kami tidak peduli, yang penting kami sudah mendapat "sertifikat". Apalagi ternyata yang paling terlambat bukan hanya kami, masih ada tiga orang lagi. Saya yakin yang tiga orang itu adalah Pak Ade Salmon (Pemimpin Cabang Bank BTPN Syariah Bandung), Pak Rois (Pemimpin Cabang Bank BRI Syariah Bandung dan ternyata ikut juga Pak Alex Sulaiman (Komisaris Utama PT BPRS Islahul Ummah).
Mereka ternyata mengambil jalan kiri gerbang Great Wall Badaling yang agak curam. Namun, mereka tidak mendapatkan sertifikat (souvenir) lulus menaiki Great Wall. Prestasi puncak mereka adalah difoto di sebuah WC di menara api keempat. Rupanya yang menjadi provokator adalah Pak Ade Salmon yang terus memprovokasi Pak Rois dan Pak Alex. Padahal saat pulang Pak Rois sudah tidak berdaya. Dia mengaku lututnya gemetaran saat turun. Tapi dia merasa gengsi untuk berhenti menapaki Great Wall, karena selain Pak Ade Salmon yang memprovokasi, ada ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai bernama Valentino yang membuat mereka tidak bisa berhenti.
Sebagai cowok maco (bukan macho) karena artinya cowok mawa cocooan (bahasa Sunda – yang artinya cowok yang membawa mainan anak-anak, karena Pak Rois paling rajin membeli mainan anak-anak), Pak Rois merasa gengsi harus kalah sama Valentino mahasiswi cantik asal Shanghai. Tapi akibatnya, selain tuur nyorodcod (lutut gemetaran) sampai di hotel, bahkan sampai di Tanah Air, pegal-pegal Pak Rois yang belakangan diberi gelar Kaisar Yun Yi masih terasa.
Ada kisah menarik seputar pemberian gelar Kaisar Yun Yi. Begini ceritanya. Di Bandung, selain tahu Bungkeng yang terkenal adalah toko tahu Yun Yi. Pak Rois yang bermata agak sipit dan tubuhnya kekar, mirip orang China berkulit hitam. Di pesawat pun setiap pramugari menyapa ramah dengan bahasa China. Di dalam bahasa Arab, arti pemimpin adalah Rois. Seperti Rois Am (ketua umum) NU. Bisa jadi Kaisar juga diberi gelar Rois kalau melancong ke Arab. Jadilah Pak Rois yang sipit ini diberi gelar Kaisar Yun Yi (mudah-mudahan toko tahu Yun Yi tidak keberatan).
Akan tetapi rombongan Pak Ade Salmon dan Pak Rois ini tidak mendapatkan "sertifikat", sertifikat yang membanggakan mereka adalah difoto di dekat WC tertinggi dan difoto bareng Valentino ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai.
Kamis, 09 Juli 2009
Ikang Fawzi dan Kecintaan Warga DPC PAN di Banten
Sumber: http://dpcpankembangan.files.wordpress.com/2008/08/p
JAKARTA, MINGGU - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir menyebut bahwa banyaknya artis yang masuk sebagai calon anggota legislatif (caleg) bukanlah sesuatu yang seharusnya dipermasalahkan. Ia menyebut fenomena itu layaknya hukum ekonomi, ketika ada permintaan, pasti ada penawaran.
“Menurut saya ini demand and supply. Masyarakat menghendaki, fanatisme publik itu kuat. Saya merasakan itu karena saya sering ke masyarakat bersama artis. Kemudian supply itu juga otomatis, karena ada permintaan maka di situ ada penawaran,” kata Soetrisno kepada persda network di Jakarta, Minggu (10/8).
Politisi yang populer dengan slogan iklannya “Hidup adalah Perbuatan” ini menyebut bahwa fenomena parpol mengajak artis menjadi caleg itu di Indonesia sudah ada sejak dulu. Ia mencontohkan bagaimana di zaman Orde baru, Golkar sudah merekrut artis. Sekarang, banyaknya artis yang masuk sebagai caleg dinilai Soetrisno karena ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Menurutnya, pendapatan artis sudah miliran dan bahkan sudah mampu menguasai publik dibandingkan politisi sekalipun. “Nah yang belum dia miliki adalah ingin mengaktualisasikan dirinya bahwa ia bisa berbuat lebih banyak untuk rakyat.” kata dia.
Soetrisno juga mengaku tidak keberatan jika partai yang dipimpinnya mendapat sebutan sebagai Partai Artis Nasional. Ia malahan menyebut bahwa pelesetan nama PAN itu bukan hanya itu. Di kalangan Nahdlatul Ulama, PAN kata dia disebut Partai Anak Nahdliyin. Sementara di kalangan marhaenis, PAN disebut Partai Anak Nasionalis. “Di artis jadi Partai Artis Nasional, biar saja, nggak apa-apa. Yang penting PAN ini rumah besar bagi semua kalangan,” kata dia.
Toh, meski identik dengan sebutan Partai Artis Nasional, Soetrisno menyebut bahwa porsi untuk kalangan artis sebagai caleg yang masuk dari partainya tidaklah dominan. Bahkan kata dia sangat kecil jika dibandingkan dengan kader partai. “Dari 672 caleg, itu paling banyak caleg artis hanya 30-an. Jadi tidak sampai 5 persen. Lha, bahwa nanti yang terpilih berapa, itu saya belum tahu. Saya perkirakan kalau dapat 100 kursi yah 10 persennya. Jadi mungkin 10-an artis mungkin yang akan terpilih,” lanjut dia.
Politisi asal Pekalongan ini juga membantah bahwa PAN menerapkan pola rekruitmen pragmatis dengan membuka pintu lebar-lebar bagi artis yang ingin maju sebagai caleg. Sebaliknya, kata dia, artis yang ingin maju sebagai caleg lewat PAN, harus menjalani serangkaian pelatihan (training) yang super ketat. “Di PAN ada lembaga untuk memberikan bekal maupun pengetahun kepada artis yang akan maju mengenai masalah politik, kebangsaan, parlemen, di DPR itu seperti apa. Yang memberikan training itu doktor politik, juga politisi yang aktif di partai. Sekarang, Anda lihat saja, Derry Drajad kalau tampil di acara Republik Mimpi itu sudah berbeda karena sudah di training,” sambung Soetrisno.
Kalaupun muncul sinisme dengan banyaknya artis jadi caleg, Soetrisno menyebut bahwa itu bukanlah bentuk sinisme publik. Tapi hanya pendapat dari sebagian kecil kalangan di masyarakat. “Bukan sinisme publik, tapi sinisme pengamat. Padahal yang milih kan rakyat, jadi kenapa pengamat mengatasnamakan rakyat. Lha wong rakyat kalau didatangi selebritis senang sekali, karena kebetulan banyak koruptor bukan dari artis. Dede Yusuf, Adjie Massaid, Komar bukan koruptor, kan nggak ada artis yang jadi koruptor,” ujar dia.
Beberapa artis yang merapat ke PAN diantaranya bintang film Wulan Guritno, pesinetron yang bintang iklan Marini Zumarnis, pelawak yang juga presenter Eko Patrio, dan juga pelawak yang kini jadi dai, Cahyono. Juga, rocker era 80-an, Ikang Fawzi. Sebelumnya ada aktor Dede Yusuf yang kini menjadi wakil gubernur Jawa Barat.
(PersdaNetwork/HAD)
Kerja Luar Biasa Mitraku Marissa Haque di Poso, Sulteng
Berita Sulawesi Tengah
Kamis, 23 Desember 2004
Di Poso, Marissa Haque Soroti Upeti Dan Penyaluran JadupDari Perjalanan Tim Komisi VIII DPR RI
Setelah melakukan dialog dengan jajaran pemerintah Kabupaten Parimo, tim Komisi VIII DPR RI melanjutkan kunjungan ke Kabupaten Poso. Apa saja yang menjadi sorotan anggota Komisi VIII ini di Poso? Berikut laporannya.
Oleh: Iwan Ahmad, Poso (Radar-Sulteng) .
http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Sulawesi%20Tengah&id=34544
Jika di Parimo tim komisi VIII lebih banyak memberi masukan seputar telknologi informasi (TI) bagi pemerintah kabupaten Parimo, diluar dugaan, pungutan di pos-pos pengamanan ternyata menjadi sorotan tajam oleh tim Komisi VIII DPR RI ketika melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Poso, rabu 22/12 kemarin.Sorotan terhadap pemberian ‘upeti’, oleh sopir kendaraan besar kepada aparat keamanan yang bertugas di pos pengamanan tersebut diungkapkan anggota tim komisi saat acara tatap muka dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di Baruga Toru Lembah pada Selasa malam.Dalam tatap muka itu, turut hadir, Bupati Poso Andi Azikin Suyuti, ketua DPRD Poso S Pelima, Sekkab Awad Al Amri SH, Para muspida, Kepala-kepala Dinas serta pejabat di lingkungan Pemkab Poso.
Tim Komisi VIII yang beranggotakan enam orang itu dipimpin oleh Ny Aisyah Baidowi.Menariknya, yang menyoroti pemberian upeti kepada aparat keamanan adalah Marissa Haque, SH. Politisi baru dari PDI Perjuangan ini menyoroti pemberian upeti (duit) oleh supir kepada anggota di pos pengamanan karena Ia melihat dengan mata kepala sendiri sewaktu dalam perjalanan masuk ke Wilayah kabupaten Poso.Katanya, dirinya bersama teman-teman anggota Komisi lainnya sangat menyayangkan kejadian ini. Kapolres Poso, AKBP Drs Abdi Dharma yang juga turut hadir pada malam itu langsung dimintai penjelasannya oleh Istri Ikang Fawzi itu. Termasuk juga yang ditanyakan adalah penanganan dan proses hukum terhadap pelaku kasus Jadup, Bedup dan masih banyak lagi kasus lain yang ditanyakan.Kapolres Poso AKBP Abdi Dharma yang diberi kesempatan memberu penjelasan, mengakui adanya anggota di pos pengamanan menerima pemberian uang di pos pengamanan dari sopir.
Olehnya Ia berjanji akan berusaha untuk menertibkan hal itu.Sementera soal penanganan Jadup dan Bedup, katanya, sekarang ini sudah enam orang yang dijadikan tersangka dan saat ini telah menjalani proses hukum di Polda Sulteng.Menjawab pertanyaan Komisi VIII berkaitan dengan mekanisme penyaluran dana Jadup dan Bedup, Bupati Poso, Azikin Suyuti yang kebetulan saat itu masih menjabat sebagai Kadis Kessos Sulteng mengatakan, bahwa warga yang diberikan dana Jadup dan Bedup ini berdasarkan data dari RT. Diakuinya, bhwa setelah dilakukan klarifikasi, ada satu KK menerima dana sampai tiga kali.Menyangkut adanya penyelewengan dana itu, kata Bupati, Ia mempersilakan penegak hukum untuk memprosesnya.
Dalam pemaparan itu, Bupati Andi Azikin membuat satu rekomendasi untuk diperjuangkan oleh Komisi VIII yakni agar Poso dibuatkan Inpres. Kemudian juga mengupayakan agar 300 KK yang belum menerima dana Jadup dan Bedup, dapat diperjuangkan agar dana itu turun ke Poso.Agenda lain Tim Komisi VIII DPR RI pada Rabu (22/12) pagi, bersama dengan Bupati dan DPRD Poso, mengunjungi tempat pengungsian yang ada di Kota Poso. Diantaranya mengunjungi kamp pengungsi dari Kilo sembilan yang ditampung di penginapan Anugerah, selanjutnya menuju Tentena. (wan)
Kamis, 23 Desember 2004
Di Poso, Marissa Haque Soroti Upeti Dan Penyaluran JadupDari Perjalanan Tim Komisi VIII DPR RI
Setelah melakukan dialog dengan jajaran pemerintah Kabupaten Parimo, tim Komisi VIII DPR RI melanjutkan kunjungan ke Kabupaten Poso. Apa saja yang menjadi sorotan anggota Komisi VIII ini di Poso? Berikut laporannya.
Oleh: Iwan Ahmad, Poso (Radar-Sulteng) .
http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Sulawesi%20Tengah&id=34544
Jika di Parimo tim komisi VIII lebih banyak memberi masukan seputar telknologi informasi (TI) bagi pemerintah kabupaten Parimo, diluar dugaan, pungutan di pos-pos pengamanan ternyata menjadi sorotan tajam oleh tim Komisi VIII DPR RI ketika melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Poso, rabu 22/12 kemarin.Sorotan terhadap pemberian ‘upeti’, oleh sopir kendaraan besar kepada aparat keamanan yang bertugas di pos pengamanan tersebut diungkapkan anggota tim komisi saat acara tatap muka dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di Baruga Toru Lembah pada Selasa malam.Dalam tatap muka itu, turut hadir, Bupati Poso Andi Azikin Suyuti, ketua DPRD Poso S Pelima, Sekkab Awad Al Amri SH, Para muspida, Kepala-kepala Dinas serta pejabat di lingkungan Pemkab Poso.
Tim Komisi VIII yang beranggotakan enam orang itu dipimpin oleh Ny Aisyah Baidowi.Menariknya, yang menyoroti pemberian upeti kepada aparat keamanan adalah Marissa Haque, SH. Politisi baru dari PDI Perjuangan ini menyoroti pemberian upeti (duit) oleh supir kepada anggota di pos pengamanan karena Ia melihat dengan mata kepala sendiri sewaktu dalam perjalanan masuk ke Wilayah kabupaten Poso.Katanya, dirinya bersama teman-teman anggota Komisi lainnya sangat menyayangkan kejadian ini. Kapolres Poso, AKBP Drs Abdi Dharma yang juga turut hadir pada malam itu langsung dimintai penjelasannya oleh Istri Ikang Fawzi itu. Termasuk juga yang ditanyakan adalah penanganan dan proses hukum terhadap pelaku kasus Jadup, Bedup dan masih banyak lagi kasus lain yang ditanyakan.Kapolres Poso AKBP Abdi Dharma yang diberi kesempatan memberu penjelasan, mengakui adanya anggota di pos pengamanan menerima pemberian uang di pos pengamanan dari sopir.
Olehnya Ia berjanji akan berusaha untuk menertibkan hal itu.Sementera soal penanganan Jadup dan Bedup, katanya, sekarang ini sudah enam orang yang dijadikan tersangka dan saat ini telah menjalani proses hukum di Polda Sulteng.Menjawab pertanyaan Komisi VIII berkaitan dengan mekanisme penyaluran dana Jadup dan Bedup, Bupati Poso, Azikin Suyuti yang kebetulan saat itu masih menjabat sebagai Kadis Kessos Sulteng mengatakan, bahwa warga yang diberikan dana Jadup dan Bedup ini berdasarkan data dari RT. Diakuinya, bhwa setelah dilakukan klarifikasi, ada satu KK menerima dana sampai tiga kali.Menyangkut adanya penyelewengan dana itu, kata Bupati, Ia mempersilakan penegak hukum untuk memprosesnya.
Dalam pemaparan itu, Bupati Andi Azikin membuat satu rekomendasi untuk diperjuangkan oleh Komisi VIII yakni agar Poso dibuatkan Inpres. Kemudian juga mengupayakan agar 300 KK yang belum menerima dana Jadup dan Bedup, dapat diperjuangkan agar dana itu turun ke Poso.Agenda lain Tim Komisi VIII DPR RI pada Rabu (22/12) pagi, bersama dengan Bupati dan DPRD Poso, mengunjungi tempat pengungsian yang ada di Kota Poso. Diantaranya mengunjungi kamp pengungsi dari Kilo sembilan yang ditampung di penginapan Anugerah, selanjutnya menuju Tentena. (wan)
Rabu, 08 Juli 2009
Komunikasi Sebagai Ilmu: Harry Maksum, 2009
Haji yang Mabrur: Nisye Maksum untuk Marissa Haque
Hadis di atas, selain merupakan kabar gembira, juga merupakan peringatan bagi saudara-saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci, yaitu agar melaksanakan ibadah hajinya dengan ikhlas dan benar (sesuai tuntunan Rasulullah SAW), serta taat pada setiap perintah dan larangan Allah.
Ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah adalah syarat mutlak untuk semua ibadah, termasuk haji. Sebab, sebagaimana dikatakan Imam al-Fudhail bin 'Iyadh, ibadah tidak akan diterima bila tidak dikerjakan dengan cara yang benar, meskipun disertai dengan sikap ikhlas.Demikian pula bila tidak dilakukan dengan ikhlas, sekalipun itu dengan cara yang benar. Agar diterima, ibadah harus dikerjakan secara ikhlas sekaligus benar. Ikhlas demi Allah, dan benar berdasarkan sunnah Rasulullah. Jadi, penilaiannya bukan pada kuantitas tapi kualitas, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah Rasulullah.Untuk itu, hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim untuk meraih haji mabrur adalah meniatkan hajinya semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan lain!
Ia harus menghilangkan sama sekali perasaan riya’ (ingin dilihat orang) dan sum'ah (ingin menjadi buah bibir orang).Rasulullah menjelaskan, riya’ adalah ”syirkul ashgar” (bentuk kemusyrikan yang paling kecil). Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang yang riya’ dalam menghafal al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad akan menjadi kayu bakar pertama api neraka.Berpijak pada semangat hadis ini, tidak menutup kemungkinan orang yang pergi haji karena riya’ akan mengalami nasib yang sama. Adapun orang yang sum'ah, di akhirat nanti akan diumumkan di hadapan semua makhluk Allah sebagai orang yang kecil dan hina.Rasulullah bersabda, "Barang siapa ingin didengar manusia (bersikap sum'ah) karena kehebatan ilmunya, Allah akan memperdengarkannya di hadapan makhluk-makhlukNya dalam keadaan kecil dan hina." (HR. Imam Ahmad dan Thabrani)
Keikhlasan yang dituntut di sini adalah keikhlasan yang konsisten. Tak hanya ketika akan berangkat, tapi di tengah-tengah dan sesudah pelaksanaan haji pun seorang muslim yang berharap haji mabrur harus tetap menjaga keikhlasannya. Tidak gampang bagi kita dan tidak sulit bagi setan untuk merusak keikhlasan kita dari pintu mana pun. Karena itu, bila sedikit saja timbul perasaan tidak ikhlas di hati, segeralah ingat dan meminta ampun kepadaNya.
Hal kedua yang perlu diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah kesesuaian amalan-amalan haji yang dilaksanakannya dengan tuntunan Rasulullah. Rasulullah pernah bersabda, "Contohlah cara manasik hajiku!" (HR Muslim).
Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan Rasulullah. Ia juga harus berusaha meninggalkan tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Karena tidak ada jaminan tindakan-tindakan tersebut akan mendapat pahala dari Allah.Berbeda halnya bila kita mengikuti tuntunan Rasulullah, maka jaminannya adalah Allah sendiri. Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah adalah hal mutlak. Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkannya ketika berada di tanah suci."Dan tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmdizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)
Harta yang Baik diantara tuntunan lain yang diajarkan Rasulullah adalah berhaji dengan harta yang baik. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik." (HR. Muslim)Secara umum, ibadah tidak akan diterima jika kita memanfaatkan sarana ibadah dari sumber-sumber yang tidak halal. Kelanjutan hadis di atas menegaskan hal ini. Rasulullah berkata, "Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit.
"Hal ketiga yang harus diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah patuh pada setiap perintah dan larangan Allah. Tak hanya perintah dan larangan yang berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah secara umum. Ini kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada.Istilah "haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berarti "haji yang di dalamnya tidak ada maksiat atau haji yang baik".
Di dalam surat al-Baqarah ayat 177, al-Qur'an menyebut al-birr (asal kata mabrur, yang artinya kebaikan) sebagai kebaikan yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.Namun begitu, kita memang tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai haji mabrur atau tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih haji mabrur, antara lain, perubahan pribadi ke arah yang positif. Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani.
Bila tadinya tidak pernah beribadah, menjadi rajin beribadah. Bila sudah rajin beribadah, menjadi lebih rajin lag. Bila tadinya pendendam, menjadi pemaaf. Bila tadinya pemaaf, menjadi lebih pemaaf, dan seterusnya.Perubahan ini pada dasarnya disebabkan oleh intensitas penghayatan dan pemaknaan terhadap ibadah haji itu sendiri. Di dalam surat Al-Hajj ayat 58, Allah menjelaskan salah satu tujuan haji: "Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji) menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka."
Diposkan oleh Nisye Maksum Istriku di Bandung, 2009.
Ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah adalah syarat mutlak untuk semua ibadah, termasuk haji. Sebab, sebagaimana dikatakan Imam al-Fudhail bin 'Iyadh, ibadah tidak akan diterima bila tidak dikerjakan dengan cara yang benar, meskipun disertai dengan sikap ikhlas.Demikian pula bila tidak dilakukan dengan ikhlas, sekalipun itu dengan cara yang benar. Agar diterima, ibadah harus dikerjakan secara ikhlas sekaligus benar. Ikhlas demi Allah, dan benar berdasarkan sunnah Rasulullah. Jadi, penilaiannya bukan pada kuantitas tapi kualitas, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah Rasulullah.Untuk itu, hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim untuk meraih haji mabrur adalah meniatkan hajinya semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan lain!
Ia harus menghilangkan sama sekali perasaan riya’ (ingin dilihat orang) dan sum'ah (ingin menjadi buah bibir orang).Rasulullah menjelaskan, riya’ adalah ”syirkul ashgar” (bentuk kemusyrikan yang paling kecil). Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang yang riya’ dalam menghafal al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad akan menjadi kayu bakar pertama api neraka.Berpijak pada semangat hadis ini, tidak menutup kemungkinan orang yang pergi haji karena riya’ akan mengalami nasib yang sama. Adapun orang yang sum'ah, di akhirat nanti akan diumumkan di hadapan semua makhluk Allah sebagai orang yang kecil dan hina.Rasulullah bersabda, "Barang siapa ingin didengar manusia (bersikap sum'ah) karena kehebatan ilmunya, Allah akan memperdengarkannya di hadapan makhluk-makhlukNya dalam keadaan kecil dan hina." (HR. Imam Ahmad dan Thabrani)
Keikhlasan yang dituntut di sini adalah keikhlasan yang konsisten. Tak hanya ketika akan berangkat, tapi di tengah-tengah dan sesudah pelaksanaan haji pun seorang muslim yang berharap haji mabrur harus tetap menjaga keikhlasannya. Tidak gampang bagi kita dan tidak sulit bagi setan untuk merusak keikhlasan kita dari pintu mana pun. Karena itu, bila sedikit saja timbul perasaan tidak ikhlas di hati, segeralah ingat dan meminta ampun kepadaNya.
Hal kedua yang perlu diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah kesesuaian amalan-amalan haji yang dilaksanakannya dengan tuntunan Rasulullah. Rasulullah pernah bersabda, "Contohlah cara manasik hajiku!" (HR Muslim).
Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan Rasulullah. Ia juga harus berusaha meninggalkan tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Karena tidak ada jaminan tindakan-tindakan tersebut akan mendapat pahala dari Allah.Berbeda halnya bila kita mengikuti tuntunan Rasulullah, maka jaminannya adalah Allah sendiri. Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah adalah hal mutlak. Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkannya ketika berada di tanah suci."Dan tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmdizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)
Harta yang Baik diantara tuntunan lain yang diajarkan Rasulullah adalah berhaji dengan harta yang baik. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik." (HR. Muslim)Secara umum, ibadah tidak akan diterima jika kita memanfaatkan sarana ibadah dari sumber-sumber yang tidak halal. Kelanjutan hadis di atas menegaskan hal ini. Rasulullah berkata, "Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit.
"Hal ketiga yang harus diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah patuh pada setiap perintah dan larangan Allah. Tak hanya perintah dan larangan yang berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah secara umum. Ini kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada.Istilah "haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berarti "haji yang di dalamnya tidak ada maksiat atau haji yang baik".
Di dalam surat al-Baqarah ayat 177, al-Qur'an menyebut al-birr (asal kata mabrur, yang artinya kebaikan) sebagai kebaikan yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.Namun begitu, kita memang tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai haji mabrur atau tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih haji mabrur, antara lain, perubahan pribadi ke arah yang positif. Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani.
Bila tadinya tidak pernah beribadah, menjadi rajin beribadah. Bila sudah rajin beribadah, menjadi lebih rajin lag. Bila tadinya pendendam, menjadi pemaaf. Bila tadinya pemaaf, menjadi lebih pemaaf, dan seterusnya.Perubahan ini pada dasarnya disebabkan oleh intensitas penghayatan dan pemaknaan terhadap ibadah haji itu sendiri. Di dalam surat Al-Hajj ayat 58, Allah menjelaskan salah satu tujuan haji: "Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji) menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka."
Diposkan oleh Nisye Maksum Istriku di Bandung, 2009.
Marissa Haque: Zakath via Recurring was a Brilliant Idea
TANGERANG, Banten, 2009.
Human being make new technology is to help and make their life easier. As long as their technology were not crushing with syariah laws, then utilizing this technology was helpful. This opinion came out from Marissa Haque as considering credit card recurring system application for pay zakath.
With this system, donors do not waste their time anymore for paying zakath directly. With this system, a donor can routinely for paying Zakath. In the end of period, the bill must be paid as requirement to applicating this system.
As met while she went to Serang from Tangerang, Marissa admitted that she still take out of Zakath, infaq, shodaqoh directly to needy people every time she got money. ?As donor we often forget and sometimes waiting for minimum limit as one million rupiahs nevertheless we still forget. That is why it directly gives to needy people as 2.5%?. This Ikang Fauzi's wife explained.
Marissa remarked this applied recurring system idea for zakath was brilliant idea and obviously helpful donor. She also supported IT technology application in zakath management. It is the time for technology application to make people easier to do some good activity already.
newsroom/Heny - Tangerang
Nisye dan Harry Maksum Kekasih Allah: oleh Marissa Haque (PPP)
Posted by: http://ikang-marissa.blogspot.com/
Tak terhingga rasa terimakasih serta hutang budiku pribadi kepada – pasangan suami-istri yang sangat ikhlas ini – Nisye dan Harry Maksum dari PPP kota Bandung. Harry Maksum terlahir dari kedua orang tua beraliran Islam Parmusi, sementara Nisye istrinya terlahir dari kedua orang tua beraliran Islam Persis. Sejak awal kehadiran saya di Dapil Jabar 1 dimana saat awal saya merasa tidak pede alias ragu-ragu, untuk dapat menggarap dengan rapih-terencana-terukur-terkendali untuk pelaksanaan Pileg 2009 ini, mendapatkan dorongan serta dukungan penuh dari mereka berdua — termasuk hampir seluruh keluarga besar Maksum dikota Bandung.Kota Bandung memang spesial.
Kalau diawal saya memiliki keterikatan emosional dengan kota Bandung karena memenangkan Piala Citra sebagai Pemeran Pembantu Wanita Terbaik pada FFI tahun 1985 pada film arahan almarhum sutradara Sophan Sophiaan berjudul “Tinggal Landas Buat Kekasih” dimana pada tahun yang sama tersebut saya sekaligus dinominasikan untuk dua film. Film kedua dimana saya dinominasikan adalah “Serpihan Mutiara Retak” yang disutradarai Wahab Abdi.
Difilm “Tinggal Landas Buat Kekasih” itu pula saya menemukan jodoh luar dalam yang kemudian menjadi suamiku – insya Allah the one and only – Ikang Fawzi seorang mahasiswa tingkat akhir FISIP-UI jurusan Administrasi Niaga, anak seorang Duta Besar RI yang baru pulang tugas dari negara Pakistan, yang sekaligus juga seorang penyanyi rock yang mulai naik daun. Adalah seorang Produser PT. Gramedia Film yang pertama kali memperkenalkan Ikang pada saya saat itu, beliau adalah Bapak Edi Soehendro.
Kembali ke kota Bandung, persembahan Mas Harry dan Mbak Nisye untuk kebangkitan Petiga di Jawa Barat sangat luar biasa karena juga melibatkan seluruh anggota keluarga inti dan keluarga besarnya tanpa diminta. Sebagai sebuah partai memang PPP sangat unik. Pangsa pasarnya sama persis diakar rumput seperti PDIP partai lamaku. Namun tentu karena berlogo Ka’bah, PPP adalah sebuah partai dakwah yang dipenuhi doa serta shalawat sehingga sejujurnya jauh lebih ‘adem.’ Sayapun sejalan dengan perjalanan sosialisasi ‘memulung’ ilmu dari Mas Harry Maksum terkait dengan pergerakan Islam selama ini di Bandung, dan Jawa Barat. Mantan wartawan Republika alumni Fisip Unpad jurusan Komunikasi ini ternyata adalah kamus hidup berjalan terkait dengan ilmu Al-Quran dan Al-Hadist.
Bagaimana caraku membayar kembali kebaikan serta keikhlasan hati mereka selama ini benar-benar belum mampu saya bayangkan hari ini. Kecuali sebuah doa panjang yang kupanjatkan malam ini bahwa silaturahmi yang telah manis kami jalin selama ini tak ingin kuputuskan sampai ajal menjemput diri kelak.
Keseriusan mereka bersama tim tandem membuahkan pertumbuhan energi internal yang mencengangkan. Rupanya semangat kemenangan 78% dari total score 100% sejak acara di Global TV kemarin, masih terbawa didalam kalbu seluruh teman-teman seperjuangan ini. Bahkan RA. Menik Kodrat sekpriku terkasih menjadi ter-maintain semangatnya karena terbawa oleh energi positif pasangan suami-istri ini.Dari hati sanubari yang terdalam saya ingin mengekspresikan: “Terimakasih yang tak terhingga Mas Harry dan Mbak Nisye terkasih… terimakasih… terimakasih… terimakasih.”
Semoga hasil akhir setelah pencontrngan tanggal 9 April kelak tidak terlalu mengecewakan hasilnya. Namun kiranya apapun yang terjadi setelah kerja keras dan kerja ikhlas kita semua tanpa terkecuali, hanya kepasrahan mengharapkan yang terbaik saja dimata Allah SWT bagi kita semua. Sehingga tidak perlu ada beban oleh karenanya, dan kita tetap bersaudara selamanya. Amiiiinn…
Allahu Akbar!
KPU Terima Keputusan MK, Pemenang Pileg Bakal Kehilangan Kursi
Sabtu 13/06/2009 08:56 WIB
Hari ini ketua KPU dan MK bertemu dan usai pertemuan keduanya mengatakan soal keputusan mahkamah konstitusi dua pihak telah saling memahami.
"Kami saling memahami untuk persoalan ini. Kami memahami penjelasan KPU. Kami bukan mencapai kesepakatan di sini. Kesepakatan antarlembaga tidak diperbolehkan," kata Mahfud MD, ketua MK.
Dalam putusannya, MK menilai seharusnya sisa suara di seluruh daerah pemilihan dikumpulkan di tingkat provinsi sebelum dilakukan pembagian.
Setelah semua suara dibagi, maka suara itu kemudian diserahkan ke daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi, bukan ke calon anggota legislatif dengan suara terbanyak.
Sedangkan KPU sebelumnya hanya mengumpulkan sisa suara dari daerah pemilihan yang memiliki sisa kursi.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshari menyatakan bisa menerima keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Kita sudah mengeluarkan peraturan KPU No 15/2008 yang menegaskan landasan KPU pada waktu mengeluarkan keputusan tentang penetapan kursi bagi partai politik. Ternyata di situ menurut MK penerapan dari peraturan itu ada yang perlu diluruskan."
"Oleh karena itu kita minta penjelasan. Ada kewajiban KPU untuk melaksanakan keputusan MK itu," kata Anshari.
Abdul Hafiz Anshari menegaskan kedua lembaga tidak membicarakan soal nama-nama politisi yang terancam kehilangan kursi mereka di DPR, kecuali soal sistem perhitungan sisa suara.
Namun, berbagai media sudah memperkirakan sejumlah nama bakal kehilangan posisinya sebagai wakil rakyat, misalnya Ketua DPR saat ini Agung Laksono.
JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta penjelasan pada pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal pembatalan tata ara penghitungan pembagian kursi DPR.
Jika KPU menjalankan keputusan ini maka sejumlah nama yang sudah meraih kursi DPR (pemenang pemilihan legilslatif) terancam kehilangan kursi. Di sisi lain keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Jika KPU menjalankan keputusan ini maka sejumlah nama yang sudah meraih kursi DPR (pemenang pemilihan legilslatif) terancam kehilangan kursi. Di sisi lain keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Hari ini ketua KPU dan MK bertemu dan usai pertemuan keduanya mengatakan soal keputusan mahkamah konstitusi dua pihak telah saling memahami.
"Kami saling memahami untuk persoalan ini. Kami memahami penjelasan KPU. Kami bukan mencapai kesepakatan di sini. Kesepakatan antarlembaga tidak diperbolehkan," kata Mahfud MD, ketua MK.
Dalam putusannya, MK menilai seharusnya sisa suara di seluruh daerah pemilihan dikumpulkan di tingkat provinsi sebelum dilakukan pembagian.
Setelah semua suara dibagi, maka suara itu kemudian diserahkan ke daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi, bukan ke calon anggota legislatif dengan suara terbanyak.
Sedangkan KPU sebelumnya hanya mengumpulkan sisa suara dari daerah pemilihan yang memiliki sisa kursi.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshari menyatakan bisa menerima keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Kita sudah mengeluarkan peraturan KPU No 15/2008 yang menegaskan landasan KPU pada waktu mengeluarkan keputusan tentang penetapan kursi bagi partai politik. Ternyata di situ menurut MK penerapan dari peraturan itu ada yang perlu diluruskan."
"Oleh karena itu kita minta penjelasan. Ada kewajiban KPU untuk melaksanakan keputusan MK itu," kata Anshari.
Abdul Hafiz Anshari menegaskan kedua lembaga tidak membicarakan soal nama-nama politisi yang terancam kehilangan kursi mereka di DPR, kecuali soal sistem perhitungan sisa suara.
Namun, berbagai media sudah memperkirakan sejumlah nama bakal kehilangan posisinya sebagai wakil rakyat, misalnya Ketua DPR saat ini Agung Laksono.
KPUD Sumut harus Tanggung Jawab Kekacauan di Nias Selatan
Wed, 06 May 2009 15:53:37
Medan (WASPADA Online)
KPU Pusat hingga saat ini belum melakukan penghitungan suara ulang di Nias Selatan (Nisel). Padahal kekacauan jumlah suara disana cukup meresahkan warga serta caleg yang lainnya. KPUD Sumut selaku penyelenggara pemilu harus di Sumut harus bertanggungjawab atas hal ini.
Medan (WASPADA Online)
KPU Pusat hingga saat ini belum melakukan penghitungan suara ulang di Nias Selatan (Nisel). Padahal kekacauan jumlah suara disana cukup meresahkan warga serta caleg yang lainnya. KPUD Sumut selaku penyelenggara pemilu harus di Sumut harus bertanggungjawab atas hal ini.
Salah seorang caleg dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDP) di Nisel, Artha Ulil Amri Batubara kepada Waspada Online tadi malam menyebutkan, selisih Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan rekapitulasi perhitungan suara di Sumut 2 sebanyak 249.000. Dan suara yang disampaikan KPUD Sumut saat hingga saat ini belum dapat dipertanggung jawabkan. "Jika memang KPUD Sumut tidak dapat mencari kelebihan suara tersebut berarti hantu pun bisa memilih," lanjut Artha yang juga sebagai Ketua Bidang Politik dan Pemilu partai PDP Sumut.
Saat ini menurutnya, suasana di Nias Selatan cukup mencekam. Pihaknya telah mengingatkan, jika KPU tidak juga melakukan perhitungan ulang, mereka tidak bertanggung jawab jika terjadi pertumpahan darah di kabupaten baru hasil pemekaran tersebut.Anggota KPUD Sumut, Sirajuddin Gayo mengatakan, pihak KPUD Sumut telah merekomendasikan kepada KPU Pusat agar mengambil alih perhitungan ulang untuk Kabupaten Nias Selatan. "Kemungkinan pihak KPU Pusat tidak akan melakukan perhitungan ulang karena melihat keterbatasan waktu, "katanya.Menurut Sirajuddin, bagi caleg partai politik yang merasa dirugikan dapat menyampaikannya ke Mahkamah Konstitusi setelah pengumuman resmi KPU pada tanggal 9 Mei nanti. (wol00/wol-mdn)
Perjuangan Menjujurkan Keadilan Melalui Mahkamah Kostitusi RI, 2009
Perjuangan menjujurkan keadilan di Indonesia sampai dengan hari ini tidak menunukkan/belum terlihat menuju arah yang diimpikan setiap warga yang ingin kesimbangan hidup berbasis aturan hukum yang melindungi warganya.
Bersama suami-istri Ikang Fawzi dan Marissa Haque, saya jumpa Gusti Randa di MK yang orang yang berhak sedang membela partainya yaitu HANURA yang terlihat sangat kompak serta profesional.
Saya adalah Ketua Timses mbak Icha (Marissa Haque) dari PPP dapil Jabar 1 dengan wilayah Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Walaupun MK telah memutuskan mbak Icha dan 15 orang yang berhak lainnya berhak duduk di DPR RI, namun masih terlihat KPU pusat sangat tidak profesional. Masih diduga mencoba bermain-main dengan seluruh pasal serta peraturan KPU dan diduga juga tidak gratis -- alias ada sejunlah dana yang secara pidana masuk kedalam delik pidana gratifikasi (penyuapan/sogok).
Mbak Icha saya dengar kemarin telah melaporkannya ke KPK. Semoga saja segera ada tindakan untuk membereskannya. Kasihan rakyat Indonesia!
Bersama suami-istri Ikang Fawzi dan Marissa Haque, saya jumpa Gusti Randa di MK yang orang yang berhak sedang membela partainya yaitu HANURA yang terlihat sangat kompak serta profesional.
Saya adalah Ketua Timses mbak Icha (Marissa Haque) dari PPP dapil Jabar 1 dengan wilayah Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Walaupun MK telah memutuskan mbak Icha dan 15 orang yang berhak lainnya berhak duduk di DPR RI, namun masih terlihat KPU pusat sangat tidak profesional. Masih diduga mencoba bermain-main dengan seluruh pasal serta peraturan KPU dan diduga juga tidak gratis -- alias ada sejunlah dana yang secara pidana masuk kedalam delik pidana gratifikasi (penyuapan/sogok).
Mbak Icha saya dengar kemarin telah melaporkannya ke KPK. Semoga saja segera ada tindakan untuk membereskannya. Kasihan rakyat Indonesia!
Komunikasi Politik Jilbab dalam Pilpres 2009
Sumber: http://marissahaque.blogdetik.com/
Sebagai salah seorang Muslimah Indonesia yang berjilbab (berkerudung), tentu saya akan merasa sangat berbahagia bilamana banyak perempuan Islam Indonesia lainnya yang kemudian turut berkerudung. Namun ketika kerudung kemudian menjadi ajang cemooh dan olok oleh karena salah seorang kader dari salah satu partai menengah Indonesia yang menjadi corong salah satu kandidat Capres namun kemudian arah afiliasi politiknya justru berseberangan dengan yang seharusnya dia dukung – dalam koridor etika berpolitik – maka dampak yang dihasilkan justru menjadi kontra produktif dalam image bidang keilmuan komunikasi imagology. Khususnya berdampak buruk bagi para ‘pekerja penyebar informasi kebaikan’ dan penganut sikap toleransi. Ketika hal yang sangat esensial yang sesungguhnya memiliki tempat tertinggi dimata Sang Pencipta serta melekat pada semangat identitas keislaman menjadi bernilai rendah. Ketika justru sekedar digunakan untuk tujuan jangka pendek dan kepentingan posisi duniawi oleh ‘kelompok tertentu’ semata.
Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku, mantan runingmate pada saat Pilkada Banten 2006 lalu tentu sedang belajar banyak dari ‘keseleo lidah’ yang dilakukannya yang mungkin ‘diduga’ tidak sadar dilakukannya – karena kedekatan emosional pada salah satu pasangan Capres yang justru bukan di-endorse oleh partainya. Saya dapat memakluminya, karena saya pikir saya cukup mengenal pria genius dibidang ekonomi dan pemasaran lulusan Stratclyde University, Scottland dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini dengan nilai kelulusan IPK 4 bulat seperti Presiden Dr. H. SBY kakak kelasku di IPB lalu. Dia sangat mencintai Islam serta menjadikan Islam sebagai nafas kehidupan diri, karir, serta keluarganya – tentulah terkait diluar ideologi Islam dalam konsep berkeluarga yang dianutnya! Ketika sayapun dimasa lalu pernah dianggap memilih langkah politik yang ‘salah’ karena faktor kemudaan usia berpolitik, lalu kemudian dipaksa oleh kelompok masyarakat tertentu agar “wajib” menyatakan/mengaku “kalah” dalam perjuangan – padahal situasi serta kondisi sebenarnya adalah sebaliknya. Maka apa yang terjadi pada aksi statement Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku terkait jilbab yang kemudian dianggap kontra produktif oleh sebagian besar masyarakat Indonesia baik yang Islam maupun nasionalis, lalu juga dianggap sebagai sebuah ‘kecelakaan’ politik yang sebenarnya adalah proses pematangan karir politik dalam koridor memetik optimal lesson learn dari kejadian tersebut diatas. Bukan sekedar ingin membela Dr. Zulkieflimansyah karena pernah menjadi runningmate-nya semata, namun didalam berpolitik – bahkan seorang yang paling pakar dibidang keilmuan ini sekalipun – diyakini tidak ada satupun yang benar-benar paling betul 100%. Jadi depends on who’s point of view- lah! Demikian kurang dan lebihnya.
Membahas ukuran etika dalam berpolitik, sebenarnya sangat rapat dengan unsur nilai dan persepsi – dimana unsur-unsur ini berada dalam ‘in the same wave length.’ Sebagai manusia biasa, intelegensia kita terkait kompetensi yang walaupun sering kita anggap remain stabil namun sebenarnya tidak pernah berdiri diruang hampa. Seringkali kita terbuai, ketika sedang berada didalam aura zona nyaman kelompok elit politik tertentu. Sehingga seringkali pula kita lupa bahwa didalam balutan batas populasi tertentu, semua orang berlomba menuju tempat tertinggi, dimana pada posisi elitis tinggi banyak yang diduga pencapaian dilakukan dengan cara mengahalalkan semua cara (Machiavelli dalam Il Pricipe). Agak mengerikan memang bilamana menjadikannya sebagai ‘kebenaran keillahiahian’, namun diduga ‘dijual dengan harga murah’ bila dikaitkan dengan wilayah dimana populasi dimana kita tinggal dan hidup didominasi pimpinan asal sekelompok masyarakat ‘bergetah’ Indonesia yang lalu bermetamorfosa menjadi sesuatu yang sumir serta kontra produktif. Bahkan… pun, akhirnya terjadi juga pada seseorang yang dulunya saya pikir tidak mungkin kejadian (beyond my imagination), ketika seseorang dengan kompetensi bidang keislaman optimal setara Dr. Zulkieflimasyah, SE, MSc melakukannya. Namun empati serta doa saya tentunya untuk Akhi Zul – panggilan hormat saya untuk dia – karena walau bagaimanapun dia adalah salah seorang kader pemimpin negeri terbaik dari salah satu partai tengah-besar di Indonesia yang saya yakini tahu pasti cara meng-overcome the problem.
Maju terus Ya Akhi Zul… dirimu adalah calon pemimpin bangsa dimasa depan! Saudara sepupumu di Sumbawa Besar sana yang seusiamu sudah menjadi Gubernur dikampung halamannya sendiri. Kalau kemarin dirimu belum menjadi Gubernur di Banten karena dugaan kecurangan sistemik persis sama dengan yang tengah terjadi didalam proses Pilpres 2009 ini, mulai dari DPT palsu, penggembosan suara, penggelembungan suara, penghitungan tabulasi palsu, intimidasi, legalisasi money politics, KPUD dalam perintah tangan rezim status-quo, dan lain sebagainya (termasuk dugaan ijazah palsu oleh salah seorang kandidat dari rezim status-quo) – dimana kita semua yakin hal tersebut terjadi secara seragam dan hampir merata diseluruh Indonesia. Sebenarnya hari ini kita tinggal menunggu Sang Ratu Adil yang sebenarnya datang untuk memimpin Indonesia, yang kini dalam kacamataku telah menajdi sebuah negeri gagal! Sebuah wilayah kenegaraan yang dipimpin oleh dominasi gaya kepemimpinan ‘masyarakat bergetah.’ Asalkan kita – meminjam kata-katamu Akhi Zul sendiri – “don’t crack under the pressures.”
Allahu Akbar! Kita belum merdeka!
Sebagai salah seorang Muslimah Indonesia yang berjilbab (berkerudung), tentu saya akan merasa sangat berbahagia bilamana banyak perempuan Islam Indonesia lainnya yang kemudian turut berkerudung. Namun ketika kerudung kemudian menjadi ajang cemooh dan olok oleh karena salah seorang kader dari salah satu partai menengah Indonesia yang menjadi corong salah satu kandidat Capres namun kemudian arah afiliasi politiknya justru berseberangan dengan yang seharusnya dia dukung – dalam koridor etika berpolitik – maka dampak yang dihasilkan justru menjadi kontra produktif dalam image bidang keilmuan komunikasi imagology. Khususnya berdampak buruk bagi para ‘pekerja penyebar informasi kebaikan’ dan penganut sikap toleransi. Ketika hal yang sangat esensial yang sesungguhnya memiliki tempat tertinggi dimata Sang Pencipta serta melekat pada semangat identitas keislaman menjadi bernilai rendah. Ketika justru sekedar digunakan untuk tujuan jangka pendek dan kepentingan posisi duniawi oleh ‘kelompok tertentu’ semata.
Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku, mantan runingmate pada saat Pilkada Banten 2006 lalu tentu sedang belajar banyak dari ‘keseleo lidah’ yang dilakukannya yang mungkin ‘diduga’ tidak sadar dilakukannya – karena kedekatan emosional pada salah satu pasangan Capres yang justru bukan di-endorse oleh partainya. Saya dapat memakluminya, karena saya pikir saya cukup mengenal pria genius dibidang ekonomi dan pemasaran lulusan Stratclyde University, Scottland dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini dengan nilai kelulusan IPK 4 bulat seperti Presiden Dr. H. SBY kakak kelasku di IPB lalu. Dia sangat mencintai Islam serta menjadikan Islam sebagai nafas kehidupan diri, karir, serta keluarganya – tentulah terkait diluar ideologi Islam dalam konsep berkeluarga yang dianutnya! Ketika sayapun dimasa lalu pernah dianggap memilih langkah politik yang ‘salah’ karena faktor kemudaan usia berpolitik, lalu kemudian dipaksa oleh kelompok masyarakat tertentu agar “wajib” menyatakan/mengaku “kalah” dalam perjuangan – padahal situasi serta kondisi sebenarnya adalah sebaliknya. Maka apa yang terjadi pada aksi statement Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku terkait jilbab yang kemudian dianggap kontra produktif oleh sebagian besar masyarakat Indonesia baik yang Islam maupun nasionalis, lalu juga dianggap sebagai sebuah ‘kecelakaan’ politik yang sebenarnya adalah proses pematangan karir politik dalam koridor memetik optimal lesson learn dari kejadian tersebut diatas. Bukan sekedar ingin membela Dr. Zulkieflimansyah karena pernah menjadi runningmate-nya semata, namun didalam berpolitik – bahkan seorang yang paling pakar dibidang keilmuan ini sekalipun – diyakini tidak ada satupun yang benar-benar paling betul 100%. Jadi depends on who’s point of view- lah! Demikian kurang dan lebihnya.
Membahas ukuran etika dalam berpolitik, sebenarnya sangat rapat dengan unsur nilai dan persepsi – dimana unsur-unsur ini berada dalam ‘in the same wave length.’ Sebagai manusia biasa, intelegensia kita terkait kompetensi yang walaupun sering kita anggap remain stabil namun sebenarnya tidak pernah berdiri diruang hampa. Seringkali kita terbuai, ketika sedang berada didalam aura zona nyaman kelompok elit politik tertentu. Sehingga seringkali pula kita lupa bahwa didalam balutan batas populasi tertentu, semua orang berlomba menuju tempat tertinggi, dimana pada posisi elitis tinggi banyak yang diduga pencapaian dilakukan dengan cara mengahalalkan semua cara (Machiavelli dalam Il Pricipe). Agak mengerikan memang bilamana menjadikannya sebagai ‘kebenaran keillahiahian’, namun diduga ‘dijual dengan harga murah’ bila dikaitkan dengan wilayah dimana populasi dimana kita tinggal dan hidup didominasi pimpinan asal sekelompok masyarakat ‘bergetah’ Indonesia yang lalu bermetamorfosa menjadi sesuatu yang sumir serta kontra produktif. Bahkan… pun, akhirnya terjadi juga pada seseorang yang dulunya saya pikir tidak mungkin kejadian (beyond my imagination), ketika seseorang dengan kompetensi bidang keislaman optimal setara Dr. Zulkieflimasyah, SE, MSc melakukannya. Namun empati serta doa saya tentunya untuk Akhi Zul – panggilan hormat saya untuk dia – karena walau bagaimanapun dia adalah salah seorang kader pemimpin negeri terbaik dari salah satu partai tengah-besar di Indonesia yang saya yakini tahu pasti cara meng-overcome the problem.
Maju terus Ya Akhi Zul… dirimu adalah calon pemimpin bangsa dimasa depan! Saudara sepupumu di Sumbawa Besar sana yang seusiamu sudah menjadi Gubernur dikampung halamannya sendiri. Kalau kemarin dirimu belum menjadi Gubernur di Banten karena dugaan kecurangan sistemik persis sama dengan yang tengah terjadi didalam proses Pilpres 2009 ini, mulai dari DPT palsu, penggembosan suara, penggelembungan suara, penghitungan tabulasi palsu, intimidasi, legalisasi money politics, KPUD dalam perintah tangan rezim status-quo, dan lain sebagainya (termasuk dugaan ijazah palsu oleh salah seorang kandidat dari rezim status-quo) – dimana kita semua yakin hal tersebut terjadi secara seragam dan hampir merata diseluruh Indonesia. Sebenarnya hari ini kita tinggal menunggu Sang Ratu Adil yang sebenarnya datang untuk memimpin Indonesia, yang kini dalam kacamataku telah menajdi sebuah negeri gagal! Sebuah wilayah kenegaraan yang dipimpin oleh dominasi gaya kepemimpinan ‘masyarakat bergetah.’ Asalkan kita – meminjam kata-katamu Akhi Zul sendiri – “don’t crack under the pressures.”
Insya Allah Akhi Zul, dirimu akan menjadi salah satu pilar pemegang tongkat komando menejemen kewilayahan di Indonesia dimasa depan. Mungkin menunggu usiamu seumur usiaku hari ini, agar tak perlu lagi melalui ‘slip of the tongue’ seperti ‘the head-scarf case’ semacam kemarin itu-lah! (smile)… Insya Allah, just always go for the best as usual. I trust you!
Allahu Akbar! Kita belum merdeka!
83 Tahun dalam Hidup Berkualitas: Ayah Mertua Marissa Haque Berpulang Hari Ini
Tiada hal yang paling membahagiakan dalam hidupku kecuali melihat wajah cinta dan kasih tersebar dimana-mana didalam keluarga kami. Baik keluarga intiku – hidup perkawinan Ikang Fawzi dan saya Marissa Haque – maupun keluarga besar suamiku dari saat masih lengkap dahulu sampai yang tersisa masih hidup sekarang ini. Namun ada yang sanga terasa ‘mewah’ ketika dalam setiap perjumpaan Ikang Fawzi suamiku memperlihatkan ekspresi cinta-kasih kepada ayahandanya semata wayang – kami menyebut beliau sebagai The Singing Ambassador Dato’ Fawzi Abdulrani.
Like fther like son, alhamdulillah… ni’mat yang tak pernah boleh lupa kusyukuri. Fabiayyi ala’i Robbi kumma tukadzdzibaan…
Ikang yang sangat mencintai Ayahnya karena Dato’ Fawzi sebagai ayah sejak kecil memang sangat memperhatikan keempat anak-anaknya dengan cinta-kasih. Mencari pasangan hidup memang tak salah bila disarikan oleh para leluhur kita untuk melihat dari sisi bibit-bebet-bobot. Bahkan ada pepatah yang mengatakan buah apel jatuh tak jauh dari pohonnya, diiringi rasa syukur yang tak pernah henti saya menjadi saksi hidup bahwa Ikang Fawzi suamiku semata wayang mencintai kedua anak-anaknya seperti apa yang telah didapatkannya sebagai cinta penuh tanpa pamrih dari kedua orang tuanya baik semasa sang ibunda tercinta masih hidup sampai sekarang ketika Dato’ Fawzi tinggal sendirian.
Cinta kasih tanpa pamrih adalah spirit kehidupan rumah tangga kami Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Jauh dari segala ukuran materi dan jebakan duniawi kami ingin merawat cinta dan kasih ini seumur hidup kami… selamanya… sampai kami mati kelak menuju Muara Abadi-Nya. Allahu Akbar!
***
Kenangan Marissa Haque atas Kopi dan Ayah Mertuanya Tercinta
Kenangan mbak Icha/temannya Nisye Maksum Istri Saya.
Tulisan untuk Majalah Noor, padaDesember 2003 Marissa’s Story
Photography by: R.A. Menik Kodrat Pangrawit.
Jakarta, 1 Desember 2007.
Hari ini, hari Minggu. Masih suasana liburan Lebaran. Hari-hari terakhir sebelum aku akan kembali ditenggelamkan oleh segudang target kehidupan dan masa depan. Termenung aku duduk di Musholaku. Semilir bau tanah basah bekas hujan semalam. Bunga Kembang Sepatu merah tua seakan menyapa selamat pagi untukku yang sedang enggan mandi pagi. Kupandangi kursi tua yang kududuki, warisan ibuku. Kuraba sarung jok dibawah kimono katun yang kupakai. Rasanya baru saja kuganti seminggu sebelum lebaran, tapi entah kenapa getaran kuno dari kursi tua ini selalu melambungkanku pada suatu masa kebersamaan yang hangat. Masa-masa yang terekam kuat dibawah sadarku. Orang-orang yang dekat dihati, yang telah pergi sebanyak satu generasi. Ayah Ibuku, dan keluarga besar Ibuku yang aku kasihi. Masih teringat dibenak saat kecil kami berempat—Shahnaz adikku yang terkecil belum lagi lahir—Mama, Papa, Soraya, dan aku berlibur dari pelosok kabupaten kecil di Plaju-Baguskuning, Palembang tempat ayahku bekerja sebagai karyawan Pertamina, menuju kota Bondowoso, Jawa Timur kampung masa kecil almarhumah Ibuku. Sepanjang perjalanan dengan memakai pesawat Fokker F28, yang sudah sangat terasa mewah saat itu, kami pergi terlebih dahulu menuju Jakarta, kemudian transit melalui Surabaya diteruskan perjalanan melalui darat melewati daerah Pasir Putih, baru setelah itu tiba di Bondowoso, Jawa Timur. Kami menginap dirumah besar orang Belanda istri kedua sepupu Eyang Putriku. Karena tak memiliki anak dari perkawinannya, beliau menganggap Ibuku dan semua sepupunya sebagai anaknya sendiri. Perjalanan ini menjadi istimewa, karena tak lama setelah liburan kami, Oma Belanda itu meninggal dunia.
Ada benang merah yang membuat aku flash back kepada masa lalu. Tekstur kursi tua yang aku duduki warisan almarhumah ibuku dari rumah Belanda di Bondowoso dan aroma kopi tubruk dari cangkir yang aku gengam. Aroma ini sangat mirip dengan rekaman masa lalu bawah sadarku. Aroma yang memanggil-manggil. Ah,…wangi kopi! Bagaimana mungkin aku mengacuhkan keberadaan kopi, karena sejak diperkenalkannya di Bondowoso saat aku kecil, aku selalu ingin tahu lebih jauh. Bukan hanya karena suka akan rasa dan aromanya, akan tetapi kepada hikayat cerita yang melengkapinya. Membawa aku berkelana jauh dimasa ratusan tahun dibelakang. Oma Belanda ini sangat faham sejarah dunia, beliau juga sangat tahu nama-nama jenis kopi yang ditanam serta dibudidayakan disekitar rumah besarnya. Ya, beliau dan suaminya yang orang Jawa Timur adalah pemilik lahan luas perkebunan kopi Bondowoso saat itu. Masih teringat bagaimana aku sambil terkantuk duduk bersandar dibahunya, mendengar dengan seksama cerita-cerita memikat.
Diceritakan bahwa biji kopi yang terbaik dari Bondowoso adalah yang sudah dimakan Musang, yang keluar bersama kotorannya. Saat itu biji kopi juga bisa didapatkan dari berbagai perkebunan lain ditanah air. Antara lain dari Aceh, Medan, Toraja, Timor, juga daerah tetangganya di Jawa Timur, Jember. Biji-biji kopi yang merah tua itu disimpan dalam karung goni digudang selama lima sampai tujuh tahunan. Biji- biji tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahai selama minimal tujuh jam. Setelah itu ditumbuk, disangrai, setelahnya digiling. Wah, bahagianya aku dapat membayangkan seluruh proses produksinya. Bahan informasi awal inilah yang membuat aku hari ini bersiap- siap “pulang kampung” ke Bondowoso, bernostalgia tentang keberadaan lingkungan perkebunan kopi tersebut terutama melihat kondisinya setelah terkena landreform beberapa belas tahun yang lalu, serta melihat kemungkinan membuat film dokumenter tentang Kopi Arabika asal Jawa Timur.
Cerita sang Oma semakin memikatku, apalagi setelah diperkaya oleh hikayat perdagangan yang dilakukan orang-orang Belanda di Nusantara sebelum sang Oma lahir, kerjasama yang didasarkan secara berat sebelah oleh Kompeni, orang-orang bumi putra yang merebut kembali kekuasaan tanah ulayat milik adat, serta percintaan “terlarang” nya dengan Eyang Kakung yang tidak utuh kuserap karena faktor usia. Kuingat Soraya sudah asyik terlelap dikasur lebar, dikaki Oma Belanda bersama para sepupu yang lain.
Sang Oma juga membagi resep, beliau mengatakan bahwa baginya usaha kopi sangat kaya seni. Seluruh proses produksi—diluar pembudidayaan kebun—dipegangnya sendiri. Ia berprinsip menjual kopi yang harus fresh. “Cara” baginya adalah sangat penting, jumlah bukan bidikan pertama. Setiap kesalahan berproses adalah proses belajar itu sendiri, kata beliau. Kata-kata ini juga yang selalu terekam dibawah sadarku, bahwa sebuah proses belajar tidak ada yang instant. Hasil akhir biarkan menjadi misteri, yang penting adalah menikmati proses belajarnya. Karena belajar itu asyik. Harus proaktif mendatangi beberapa pakar, tidak malu untuk bertanya, serta menjalin silaturahmi berkala kepada siapa saja yang bermurah hati untuk membagi ilmunya—karena menurut beliau didunia ini tidak banyak orang ikhlas yang tulus mau berbagi ilmu pada sesama.
Dan detik ini, aku lupa bahwa aku belum menyiapkan sarapan apapun untuk keluargaku. Bik Inah pembantu yang sudah ikut puluhan tahun di dalam keluargaku masih pulang kampung, belum balik lagi. Jadi sebenarnya inilah saat yang paling tepat bagiku untuk mengekspresikan rasa cinta pada keluarga melalui perut. Salah satunya adalah dengan menuangkan kopi dalam cangkir-cangkir keramik biru kesayangan. Yang sedikit besar untuk Ikang suamiku, sementara ukuran sedang untuk Mertuaku. Anak-anakku menyukai rasa kopi didalam campuran Mocca Cream dalam mug besar. Aku ingin meneruskan kebiasaan berdiskusi ringan dengan mereka semua dimeja makan. Tentang apa saja. Tentang headline dikoran hari ini, tentang Politik, Ekonomi, atau Sosial dan Budaya. Bila diskusi tidak nyambung, tidak mengapa. Aku ingin menciptakan suasana cerdas dimeja makan. Juga penting membina kebiasaan mengutarakan pendapat dengan cara yang santun dan terasah. Mertuaku yang mantan Diplomat Karir biasanya menjadi mentor informal. Sehingga Kopi bagiku bukan sekedar minuman belaka, tetapi juga adalah perekat tali emosi didalam keluarga.
Sementara itu diluar rumah, aku sering sekali memilih Coffee House atau Coffee Lounge sebagai meeting point walau sekedar social chat demi menyambung silaturahmi. Lebih serius lagi sering pula menjadi tempat membina relationship dengan relasi bisnis.
Kopi memang selalu menarik. Semenarik harumnya yang selalu membuat orang mau tidak mau—walau sekedar hanya untuk menghirup aroma— menyita minimal satu atau dua detik untuk menikmatinya.
Aroma Kopi, bagiku adalah aroma cerdas dan elegant. —
Tulisan untuk Majalah Noor, padaDesember 2003 Marissa’s Story
Photography by: R.A. Menik Kodrat Pangrawit.
Jakarta, 1 Desember 2007.
Hari ini, hari Minggu. Masih suasana liburan Lebaran. Hari-hari terakhir sebelum aku akan kembali ditenggelamkan oleh segudang target kehidupan dan masa depan. Termenung aku duduk di Musholaku. Semilir bau tanah basah bekas hujan semalam. Bunga Kembang Sepatu merah tua seakan menyapa selamat pagi untukku yang sedang enggan mandi pagi. Kupandangi kursi tua yang kududuki, warisan ibuku. Kuraba sarung jok dibawah kimono katun yang kupakai. Rasanya baru saja kuganti seminggu sebelum lebaran, tapi entah kenapa getaran kuno dari kursi tua ini selalu melambungkanku pada suatu masa kebersamaan yang hangat. Masa-masa yang terekam kuat dibawah sadarku. Orang-orang yang dekat dihati, yang telah pergi sebanyak satu generasi. Ayah Ibuku, dan keluarga besar Ibuku yang aku kasihi. Masih teringat dibenak saat kecil kami berempat—Shahnaz adikku yang terkecil belum lagi lahir—Mama, Papa, Soraya, dan aku berlibur dari pelosok kabupaten kecil di Plaju-Baguskuning, Palembang tempat ayahku bekerja sebagai karyawan Pertamina, menuju kota Bondowoso, Jawa Timur kampung masa kecil almarhumah Ibuku. Sepanjang perjalanan dengan memakai pesawat Fokker F28, yang sudah sangat terasa mewah saat itu, kami pergi terlebih dahulu menuju Jakarta, kemudian transit melalui Surabaya diteruskan perjalanan melalui darat melewati daerah Pasir Putih, baru setelah itu tiba di Bondowoso, Jawa Timur. Kami menginap dirumah besar orang Belanda istri kedua sepupu Eyang Putriku. Karena tak memiliki anak dari perkawinannya, beliau menganggap Ibuku dan semua sepupunya sebagai anaknya sendiri. Perjalanan ini menjadi istimewa, karena tak lama setelah liburan kami, Oma Belanda itu meninggal dunia.
Ada benang merah yang membuat aku flash back kepada masa lalu. Tekstur kursi tua yang aku duduki warisan almarhumah ibuku dari rumah Belanda di Bondowoso dan aroma kopi tubruk dari cangkir yang aku gengam. Aroma ini sangat mirip dengan rekaman masa lalu bawah sadarku. Aroma yang memanggil-manggil. Ah,…wangi kopi! Bagaimana mungkin aku mengacuhkan keberadaan kopi, karena sejak diperkenalkannya di Bondowoso saat aku kecil, aku selalu ingin tahu lebih jauh. Bukan hanya karena suka akan rasa dan aromanya, akan tetapi kepada hikayat cerita yang melengkapinya. Membawa aku berkelana jauh dimasa ratusan tahun dibelakang. Oma Belanda ini sangat faham sejarah dunia, beliau juga sangat tahu nama-nama jenis kopi yang ditanam serta dibudidayakan disekitar rumah besarnya. Ya, beliau dan suaminya yang orang Jawa Timur adalah pemilik lahan luas perkebunan kopi Bondowoso saat itu. Masih teringat bagaimana aku sambil terkantuk duduk bersandar dibahunya, mendengar dengan seksama cerita-cerita memikat.
Diceritakan bahwa biji kopi yang terbaik dari Bondowoso adalah yang sudah dimakan Musang, yang keluar bersama kotorannya. Saat itu biji kopi juga bisa didapatkan dari berbagai perkebunan lain ditanah air. Antara lain dari Aceh, Medan, Toraja, Timor, juga daerah tetangganya di Jawa Timur, Jember. Biji-biji kopi yang merah tua itu disimpan dalam karung goni digudang selama lima sampai tujuh tahunan. Biji- biji tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahai selama minimal tujuh jam. Setelah itu ditumbuk, disangrai, setelahnya digiling. Wah, bahagianya aku dapat membayangkan seluruh proses produksinya. Bahan informasi awal inilah yang membuat aku hari ini bersiap- siap “pulang kampung” ke Bondowoso, bernostalgia tentang keberadaan lingkungan perkebunan kopi tersebut terutama melihat kondisinya setelah terkena landreform beberapa belas tahun yang lalu, serta melihat kemungkinan membuat film dokumenter tentang Kopi Arabika asal Jawa Timur.
Cerita sang Oma semakin memikatku, apalagi setelah diperkaya oleh hikayat perdagangan yang dilakukan orang-orang Belanda di Nusantara sebelum sang Oma lahir, kerjasama yang didasarkan secara berat sebelah oleh Kompeni, orang-orang bumi putra yang merebut kembali kekuasaan tanah ulayat milik adat, serta percintaan “terlarang” nya dengan Eyang Kakung yang tidak utuh kuserap karena faktor usia. Kuingat Soraya sudah asyik terlelap dikasur lebar, dikaki Oma Belanda bersama para sepupu yang lain.
Sang Oma juga membagi resep, beliau mengatakan bahwa baginya usaha kopi sangat kaya seni. Seluruh proses produksi—diluar pembudidayaan kebun—dipegangnya sendiri. Ia berprinsip menjual kopi yang harus fresh. “Cara” baginya adalah sangat penting, jumlah bukan bidikan pertama. Setiap kesalahan berproses adalah proses belajar itu sendiri, kata beliau. Kata-kata ini juga yang selalu terekam dibawah sadarku, bahwa sebuah proses belajar tidak ada yang instant. Hasil akhir biarkan menjadi misteri, yang penting adalah menikmati proses belajarnya. Karena belajar itu asyik. Harus proaktif mendatangi beberapa pakar, tidak malu untuk bertanya, serta menjalin silaturahmi berkala kepada siapa saja yang bermurah hati untuk membagi ilmunya—karena menurut beliau didunia ini tidak banyak orang ikhlas yang tulus mau berbagi ilmu pada sesama.
Dan detik ini, aku lupa bahwa aku belum menyiapkan sarapan apapun untuk keluargaku. Bik Inah pembantu yang sudah ikut puluhan tahun di dalam keluargaku masih pulang kampung, belum balik lagi. Jadi sebenarnya inilah saat yang paling tepat bagiku untuk mengekspresikan rasa cinta pada keluarga melalui perut. Salah satunya adalah dengan menuangkan kopi dalam cangkir-cangkir keramik biru kesayangan. Yang sedikit besar untuk Ikang suamiku, sementara ukuran sedang untuk Mertuaku. Anak-anakku menyukai rasa kopi didalam campuran Mocca Cream dalam mug besar. Aku ingin meneruskan kebiasaan berdiskusi ringan dengan mereka semua dimeja makan. Tentang apa saja. Tentang headline dikoran hari ini, tentang Politik, Ekonomi, atau Sosial dan Budaya. Bila diskusi tidak nyambung, tidak mengapa. Aku ingin menciptakan suasana cerdas dimeja makan. Juga penting membina kebiasaan mengutarakan pendapat dengan cara yang santun dan terasah. Mertuaku yang mantan Diplomat Karir biasanya menjadi mentor informal. Sehingga Kopi bagiku bukan sekedar minuman belaka, tetapi juga adalah perekat tali emosi didalam keluarga.
Sementara itu diluar rumah, aku sering sekali memilih Coffee House atau Coffee Lounge sebagai meeting point walau sekedar social chat demi menyambung silaturahmi. Lebih serius lagi sering pula menjadi tempat membina relationship dengan relasi bisnis.
Kopi memang selalu menarik. Semenarik harumnya yang selalu membuat orang mau tidak mau—walau sekedar hanya untuk menghirup aroma— menyita minimal satu atau dua detik untuk menikmatinya.
Aroma Kopi, bagiku adalah aroma cerdas dan elegant. —
Langganan:
Postingan (Atom)