Segitiga Ilmu Komunikasi Edgar Dale Cone

Segitiga Ilmu Komunikasi Edgar Dale Cone
Edgar Dales Cone of Experience

Harry Maksum di Beijing, China

Harry Maksum di Beijing, China
Harry Maksum di Beijing, China

Senin, 13 Juli 2009

I Have Climbed The Great Wall

Keindahan Beijing pertama kali saya dengar dari Mbak Marissa Haque. Ia sering bercerita tentang pengalaman indahnya saat shooting sinetron Kembang Setaman 13 tahun lalu. Sinetron yang dibintangi Ferry Salim dan Ida Iasha tersebut memang mengambil setting di China, khususnya Beijing. Saat itu Mbak Icha menjadi produser di bawah bendera PT. Rana Artha Mulia perusahan miliknya. Sutradanya Enison Sinaro. Di tengah asyiknya bercerita, tiba-tiba ia berniat mengajak saya ke Beijing satu saat nanti. Mbak Icha ingin mengenang kembali saat-saat indah pembuatan sinetron tersebut. Tentu saja saya pun agak berbunga-bunga menerima ajakan tersebut. Yang langsung terbersit di dalam benak adalah saya harus menginjakkan kaki di Tembok Besar China (The Great Wall of China) yang sangat monumental, menawan, dan bersejarah.


Keingingan menginjakkan kaki di Tembok Raksasa yang di China dikenal sebagai "tembok panjang 10.000 li" ini semakin menggebu setelah mendengar cerita Mbak Menik, sekretaris pribadi Mbak Icha. Apalagi bumbu cerita Mbak Menik cukup heboh dengan kenangan saat dirinya kesengsem sama pedagang buah di Beijing yang wajahnya mirip Chow Yun Fat, aktor China yang ngganteng.

Mbak Icha memang belum sempat mewujudkan niatnya. Beliau masih sibuk dengan urusan disertasi doktor di IPB, sibuk kuliah di Magister Manajemen UGM, dan pencalegan di DPR-RI yang melelahkan karena harus masuk ke penghitungan tahap III. Akan tetapi, karena keinginan ke Beijing cukup menggebu, Allah memberi jalan lain. Program Tadabur Alam tahunan Asbisindo Jawa Barat ternyata ke Beijing, China. Kota bersejarah yang sedang maju pesat ini dipilih setelah mengalahkan Hongkong, Filipina, dan Brunei Darussalam dalam polling intern. China dipilih bisa jadi karena para pengurus asosiasi bank syariah ini ingin mengamalkan anjuran Rasulullah untuk menuntut ilmu ke negeri China.

Saat menginjakkan kaki di Tembok Besar China, saya merasa bersyukur karena diberi kesempatan melihat satu dari 7 Keajaiban Dunia. Great Wall memang memesona. Bangunan dengan ketinggian 8 meter dengan lebar 5 meter tersebut terbentang sepanjang 6.400 km (studi pemetaan terakhir menyebutkan panjangnya 8.850 km) dan melewati 9 provinsi yang membentang dari Benteng Jiayu di Provinsi Gansu Tiongkok Barat sampai pinggir Sungai Yalu Provinsi Liaoning Tiongkok Timur Laut. Usianya pun cukup fantastis. Dibuat sejak masa Dinasti Qin, di bawah Kaisar Qin Shi Huang (221-207 SM) diteruskan pada masa Dinasi Han (207 SM - 9 M) dan diselesaikan pada masa Dinasti Ming (1368-1644).

Arsitektur tembok yang sempat ditembus oleh ilusionis David Coperfield ini memang mirip naga raksasa yang meliuk-liuk di punggung pegunungan China utara. Setiap 180-270 m dibuat menara pengintai atau menara api. Tingginya berkisar 11-12 m. Tempat ini berfungsi sebagai menara pengintai musuh. Sehingga apabila musuh datang bisa dengan cepat diketahui dan dikabarkan kepada penduduk negeri dengan mengepulkan asap dari menara pengintai. Tembok Besar China memang dibuat sebagai benteng pertahanan untuk menahan serbuan bangsa Mongol dari arah utara.

Diwisuda
Tembok Besar China masih membuat kagum saya. Dengan kekokohan, kekuatan, kemegahan dan kebesarannya sulit membayangkan bagaimana membawa material ke pegunungan, menghabiskan dana berapa, dan membutuhkan tenaga berapa orang. Menurut, David Lee, guide local kami, tidak kurang dari 10.000 orang meninggal dalam pembuatan Tembok Besar. Mayatnya langsung dikubur di bawah tembok.

Sementara itu, Tour Leader kami, Henny Liauw memberi tahu bahwa kalau ada yang bisa mencapai beberapa menara api, akan diberi sertifikat sebagai bukti sudah menapaki Tembok Besar hingga ke atas. Informasi itu tentu saja membuat kami penasaran. Apalagi Pak Masduki. Dirut PT. BPRS Baiturridha yang semasa mudanya senang mendaki gunung menantang saya untuk mendapat sertifikat tersebut. Saya, Pak Masduki dan Henny pun melenggang bertiga. Namun sampai menara pengintai keempat Henny menyerah. Ia tidak bisa melanjutkan ke pos pertama. Akhirnya saya dan Pak Masduki meneruskan perjalanan hingga ke pos pertama. Memang benar, walaupun bukan sertifikat seperti cerita Henny, di sebuah kedai dijual souvenir I Have Climbed The Great Wall yang bisa menuliskan grafir nama kita. Harganya murah hanya 30 Yuan. Saya dan Pak Masduki pun langsung membeli dengan bangga. Karena dari 19 orang rombongan, hanya saya berdua dan Pak Masduki yang mencapai pos pertama tersebut. Ketika asyik berfoto ria, Henny mengirim SMS bahwa David, sudah menunggu. Akhirnya saya dan Pak Masduki mempercepat turun.

Ketika sampai di menara keempat, Henny ternyata ditemani oleh Pak Denny, suami Bu Megawati (pimpinan Bank Niaga Syariah Bandung), ketika diceritakan kita mendapat sertifikat, Pak Denny sangat berminat. Apalagi Pak Masduki memprovokasi terus. Pak Denny akhirnya naik lagi. Dan pulang membawa sertifikat (souvenir) untuk dikenang anak cucu. Kami pun mewisuda diri sendiri (bertiga) dengan memperlihatkan souvenir "bersejarah" bagi kami. Sekalipun David sudah cemberut menunggu kami yang lewat 1 jam, kami tidak peduli, yang penting kami sudah mendapat "sertifikat". Apalagi ternyata yang paling terlambat bukan hanya kami, masih ada tiga orang lagi. Saya yakin yang tiga orang itu adalah Pak Ade Salmon (Pemimpin Cabang Bank BTPN Syariah Bandung), Pak Rois (Pemimpin Cabang Bank BRI Syariah Bandung dan ternyata ikut juga Pak Alex Sulaiman (Komisaris Utama PT BPRS Islahul Ummah).


Mereka ternyata mengambil jalan kiri gerbang Great Wall Badaling yang agak curam. Namun, mereka tidak mendapatkan sertifikat (souvenir) lulus menaiki Great Wall. Prestasi puncak mereka adalah difoto di sebuah WC di menara api keempat. Rupanya yang menjadi provokator adalah Pak Ade Salmon yang terus memprovokasi Pak Rois dan Pak Alex. Padahal saat pulang Pak Rois sudah tidak berdaya. Dia mengaku lututnya gemetaran saat turun. Tapi dia merasa gengsi untuk berhenti menapaki Great Wall, karena selain Pak Ade Salmon yang memprovokasi, ada ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai bernama Valentino yang membuat mereka tidak bisa berhenti.

Sebagai cowok maco (bukan macho) karena artinya cowok mawa cocooan (bahasa Sunda – yang artinya cowok yang membawa mainan anak-anak, karena Pak Rois paling rajin membeli mainan anak-anak), Pak Rois merasa gengsi harus kalah sama Valentino mahasiswi cantik asal Shanghai. Tapi akibatnya, selain tuur nyorodcod (lutut gemetaran) sampai di hotel, bahkan sampai di Tanah Air, pegal-pegal Pak Rois yang belakangan diberi gelar Kaisar Yun Yi masih terasa.

Ada kisah menarik seputar pemberian gelar Kaisar Yun Yi. Begini ceritanya. Di Bandung, selain tahu Bungkeng yang terkenal adalah toko tahu Yun Yi. Pak Rois yang bermata agak sipit dan tubuhnya kekar, mirip orang China berkulit hitam. Di pesawat pun setiap pramugari menyapa ramah dengan bahasa China. Di dalam bahasa Arab, arti pemimpin adalah Rois. Seperti Rois Am (ketua umum) NU. Bisa jadi Kaisar juga diberi gelar Rois kalau melancong ke Arab. Jadilah Pak Rois yang sipit ini diberi gelar Kaisar Yun Yi (mudah-mudahan toko tahu Yun Yi tidak keberatan).

Akan tetapi rombongan Pak Ade Salmon dan Pak Rois ini tidak mendapatkan "sertifikat", sertifikat yang membanggakan mereka adalah difoto di dekat WC tertinggi dan difoto bareng Valentino ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai.

Kamis, 09 Juli 2009

Ikang Fawzi dan Kecintaan Warga DPC PAN di Banten


Minggu, 10 Agustus 2008. 18:52 WIB
Sumber: http://dpcpankembangan.files.wordpress.com/2008/08/p

JAKARTA, MINGGU - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir menyebut bahwa banyaknya artis yang masuk sebagai calon anggota legislatif (caleg) bukanlah sesuatu yang seharusnya dipermasalahkan. Ia menyebut fenomena itu layaknya hukum ekonomi, ketika ada permintaan, pasti ada penawaran.
“Menurut saya ini demand and supply. Masyarakat menghendaki, fanatisme publik itu kuat. Saya merasakan itu karena saya sering ke masyarakat bersama artis. Kemudian supply itu juga otomatis, karena ada permintaan maka di situ ada penawaran,” kata Soetrisno kepada persda network di Jakarta, Minggu (10/8).

Politisi yang populer dengan slogan iklannya “Hidup adalah Perbuatan” ini menyebut bahwa fenomena parpol mengajak artis menjadi caleg itu di Indonesia sudah ada sejak dulu. Ia mencontohkan bagaimana di zaman Orde baru, Golkar sudah merekrut artis. Sekarang, banyaknya artis yang masuk sebagai caleg dinilai Soetrisno karena ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Menurutnya, pendapatan artis sudah miliran dan bahkan sudah mampu menguasai publik dibandingkan politisi sekalipun. “Nah yang belum dia miliki adalah ingin mengaktualisasikan dirinya bahwa ia bisa berbuat lebih banyak untuk rakyat.” kata dia.

Soetrisno juga mengaku tidak keberatan jika partai yang dipimpinnya mendapat sebutan sebagai Partai Artis Nasional. Ia malahan menyebut bahwa pelesetan nama PAN itu bukan hanya itu. Di kalangan Nahdlatul Ulama, PAN kata dia disebut Partai Anak Nahdliyin. Sementara di kalangan marhaenis, PAN disebut Partai Anak Nasionalis. “Di artis jadi Partai Artis Nasional, biar saja, nggak apa-apa. Yang penting PAN ini rumah besar bagi semua kalangan,” kata dia.

Toh, meski identik dengan sebutan Partai Artis Nasional, Soetrisno menyebut bahwa porsi untuk kalangan artis sebagai caleg yang masuk dari partainya tidaklah dominan. Bahkan kata dia sangat kecil jika dibandingkan dengan kader partai. “Dari 672 caleg, itu paling banyak caleg artis hanya 30-an. Jadi tidak sampai 5 persen. Lha, bahwa nanti yang terpilih berapa, itu saya belum tahu. Saya perkirakan kalau dapat 100 kursi yah 10 persennya. Jadi mungkin 10-an artis mungkin yang akan terpilih,” lanjut dia.

Politisi asal Pekalongan ini juga membantah bahwa PAN menerapkan pola rekruitmen pragmatis dengan membuka pintu lebar-lebar bagi artis yang ingin maju sebagai caleg. Sebaliknya, kata dia, artis yang ingin maju sebagai caleg lewat PAN, harus menjalani serangkaian pelatihan (training) yang super ketat. “Di PAN ada lembaga untuk memberikan bekal maupun pengetahun kepada artis yang akan maju mengenai masalah politik, kebangsaan, parlemen, di DPR itu seperti apa. Yang memberikan training itu doktor politik, juga politisi yang aktif di partai. Sekarang, Anda lihat saja, Derry Drajad kalau tampil di acara Republik Mimpi itu sudah berbeda karena sudah di training,” sambung Soetrisno.

Kalaupun muncul sinisme dengan banyaknya artis jadi caleg, Soetrisno menyebut bahwa itu bukanlah bentuk sinisme publik. Tapi hanya pendapat dari sebagian kecil kalangan di masyarakat. “Bukan sinisme publik, tapi sinisme pengamat. Padahal yang milih kan rakyat, jadi kenapa pengamat mengatasnamakan rakyat. Lha wong rakyat kalau didatangi selebritis senang sekali, karena kebetulan banyak koruptor bukan dari artis. Dede Yusuf, Adjie Massaid, Komar bukan koruptor, kan nggak ada artis yang jadi koruptor,” ujar dia.

Beberapa artis yang merapat ke PAN diantaranya bintang film Wulan Guritno, pesinetron yang bintang iklan Marini Zumarnis, pelawak yang juga presenter Eko Patrio, dan juga pelawak yang kini jadi dai, Cahyono. Juga, rocker era 80-an, Ikang Fawzi. Sebelumnya ada aktor Dede Yusuf yang kini menjadi wakil gubernur Jawa Barat.
(PersdaNetwork/HAD)

Kerja Luar Biasa Mitraku Marissa Haque di Poso, Sulteng

Berita Sulawesi Tengah

Kamis, 23 Desember 2004

Di Poso, Marissa Haque Soroti Upeti Dan Penyaluran JadupDari Perjalanan Tim Komisi VIII DPR RI

Setelah melakukan dialog dengan jajaran pemerintah Kabupaten Parimo, tim Komisi VIII DPR RI melanjutkan kunjungan ke Kabupaten Poso. Apa saja yang menjadi sorotan anggota Komisi VIII ini di Poso? Berikut laporannya.

Oleh: Iwan Ahmad, Poso (Radar-Sulteng) .

http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Sulawesi%20Tengah&id=34544

Jika di Parimo tim komisi VIII lebih banyak memberi masukan seputar telknologi informasi (TI) bagi pemerintah kabupaten Parimo, diluar dugaan, pungutan di pos-pos pengamanan ternyata menjadi sorotan tajam oleh tim Komisi VIII DPR RI ketika melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Poso, rabu 22/12 kemarin.Sorotan terhadap pemberian ‘upeti’, oleh sopir kendaraan besar kepada aparat keamanan yang bertugas di pos pengamanan tersebut diungkapkan anggota tim komisi saat acara tatap muka dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di Baruga Toru Lembah pada Selasa malam.Dalam tatap muka itu, turut hadir, Bupati Poso Andi Azikin Suyuti, ketua DPRD Poso S Pelima, Sekkab Awad Al Amri SH, Para muspida, Kepala-kepala Dinas serta pejabat di lingkungan Pemkab Poso.

Tim Komisi VIII yang beranggotakan enam orang itu dipimpin oleh Ny Aisyah Baidowi.Menariknya, yang menyoroti pemberian upeti kepada aparat keamanan adalah Marissa Haque, SH. Politisi baru dari PDI Perjuangan ini menyoroti pemberian upeti (duit) oleh supir kepada anggota di pos pengamanan karena Ia melihat dengan mata kepala sendiri sewaktu dalam perjalanan masuk ke Wilayah kabupaten Poso.Katanya, dirinya bersama teman-teman anggota Komisi lainnya sangat menyayangkan kejadian ini. Kapolres Poso, AKBP Drs Abdi Dharma yang juga turut hadir pada malam itu langsung dimintai penjelasannya oleh Istri Ikang Fawzi itu. Termasuk juga yang ditanyakan adalah penanganan dan proses hukum terhadap pelaku kasus Jadup, Bedup dan masih banyak lagi kasus lain yang ditanyakan.Kapolres Poso AKBP Abdi Dharma yang diberi kesempatan memberu penjelasan, mengakui adanya anggota di pos pengamanan menerima pemberian uang di pos pengamanan dari sopir.

Olehnya Ia berjanji akan berusaha untuk menertibkan hal itu.Sementera soal penanganan Jadup dan Bedup, katanya, sekarang ini sudah enam orang yang dijadikan tersangka dan saat ini telah menjalani proses hukum di Polda Sulteng.Menjawab pertanyaan Komisi VIII berkaitan dengan mekanisme penyaluran dana Jadup dan Bedup, Bupati Poso, Azikin Suyuti yang kebetulan saat itu masih menjabat sebagai Kadis Kessos Sulteng mengatakan, bahwa warga yang diberikan dana Jadup dan Bedup ini berdasarkan data dari RT. Diakuinya, bhwa setelah dilakukan klarifikasi, ada satu KK menerima dana sampai tiga kali.Menyangkut adanya penyelewengan dana itu, kata Bupati, Ia mempersilakan penegak hukum untuk memprosesnya.

Dalam pemaparan itu, Bupati Andi Azikin membuat satu rekomendasi untuk diperjuangkan oleh Komisi VIII yakni agar Poso dibuatkan Inpres. Kemudian juga mengupayakan agar 300 KK yang belum menerima dana Jadup dan Bedup, dapat diperjuangkan agar dana itu turun ke Poso.Agenda lain Tim Komisi VIII DPR RI pada Rabu (22/12) pagi, bersama dengan Bupati dan DPRD Poso, mengunjungi tempat pengungsian yang ada di Kota Poso. Diantaranya mengunjungi kamp pengungsi dari Kilo sembilan yang ditampung di penginapan Anugerah, selanjutnya menuju Tentena. (wan)

Rabu, 08 Juli 2009

Komunikasi Sebagai Ilmu: Harry Maksum, 2009

Komunikasi sebagai Ilmu

Berdasarkan Edgar Dale's Cone of Experince bahwa human alertnes dapat dibagi kedalam kelompok tersebut diatas ini.

Mengetahui bagaimana metode dan teknik komunikasi, akan membuat kita nyaman berada dimanapun juga. Inysa Allah...

Haji yang Mabrur: Nisye Maksum untuk Marissa Haque

Hadis di atas, selain merupakan kabar gembira, juga merupakan peringatan bagi saudara-saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci, yaitu agar melaksanakan ibadah hajinya dengan ikhlas dan benar (sesuai tuntunan Rasulullah SAW), serta taat pada setiap perintah dan larangan Allah.

Ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah adalah syarat mutlak untuk semua ibadah, termasuk haji. Sebab, sebagaimana dikatakan Imam al-Fudhail bin 'Iyadh, ibadah tidak akan diterima bila tidak dikerjakan dengan cara yang benar, meskipun disertai dengan sikap ikhlas.Demikian pula bila tidak dilakukan dengan ikhlas, sekalipun itu dengan cara yang benar. Agar diterima, ibadah harus dikerjakan secara ikhlas sekaligus benar. Ikhlas demi Allah, dan benar berdasarkan sunnah Rasulullah. Jadi, penilaiannya bukan pada kuantitas tapi kualitas, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah Rasulullah.Untuk itu, hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim untuk meraih haji mabrur adalah meniatkan hajinya semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan lain!

Ia harus menghilangkan sama sekali perasaan riya’ (ingin dilihat orang) dan sum'ah (ingin menjadi buah bibir orang).Rasulullah menjelaskan, riya’ adalah ”syirkul ashgar” (bentuk kemusyrikan yang paling kecil). Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang yang riya’ dalam menghafal al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad akan menjadi kayu bakar pertama api neraka.Berpijak pada semangat hadis ini, tidak menutup kemungkinan orang yang pergi haji karena riya’ akan mengalami nasib yang sama. Adapun orang yang sum'ah, di akhirat nanti akan diumumkan di hadapan semua makhluk Allah sebagai orang yang kecil dan hina.Rasulullah bersabda, "Barang siapa ingin didengar manusia (bersikap sum'ah) karena kehebatan ilmunya, Allah akan memperdengarkannya di hadapan makhluk-makhlukNya dalam keadaan kecil dan hina." (HR. Imam Ahmad dan Thabrani)

Keikhlasan yang dituntut di sini adalah keikhlasan yang konsisten. Tak hanya ketika akan berangkat, tapi di tengah-tengah dan sesudah pelaksanaan haji pun seorang muslim yang berharap haji mabrur harus tetap menjaga keikhlasannya. Tidak gampang bagi kita dan tidak sulit bagi setan untuk merusak keikhlasan kita dari pintu mana pun. Karena itu, bila sedikit saja timbul perasaan tidak ikhlas di hati, segeralah ingat dan meminta ampun kepadaNya.

Hal kedua yang perlu diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah kesesuaian amalan-amalan haji yang dilaksanakannya dengan tuntunan Rasulullah. Rasulullah pernah bersabda, "Contohlah cara manasik hajiku!" (HR Muslim).

Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan Rasulullah. Ia juga harus berusaha meninggalkan tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Karena tidak ada jaminan tindakan-tindakan tersebut akan mendapat pahala dari Allah.Berbeda halnya bila kita mengikuti tuntunan Rasulullah, maka jaminannya adalah Allah sendiri. Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah adalah hal mutlak. Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkannya ketika berada di tanah suci."Dan tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmdizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)

Harta yang Baik diantara tuntunan lain yang diajarkan Rasulullah adalah berhaji dengan harta yang baik. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik." (HR. Muslim)Secara umum, ibadah tidak akan diterima jika kita memanfaatkan sarana ibadah dari sumber-sumber yang tidak halal. Kelanjutan hadis di atas menegaskan hal ini. Rasulullah berkata, "Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit.

"Hal ketiga yang harus diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah patuh pada setiap perintah dan larangan Allah. Tak hanya perintah dan larangan yang berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah secara umum. Ini kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada.Istilah "haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berarti "haji yang di dalamnya tidak ada maksiat atau haji yang baik".

Di dalam surat al-Baqarah ayat 177, al-Qur'an menyebut al-birr (asal kata mabrur, yang artinya kebaikan) sebagai kebaikan yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.Namun begitu, kita memang tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai haji mabrur atau tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih haji mabrur, antara lain, perubahan pribadi ke arah yang positif. Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani.

Bila tadinya tidak pernah beribadah, menjadi rajin beribadah. Bila sudah rajin beribadah, menjadi lebih rajin lag. Bila tadinya pendendam, menjadi pemaaf. Bila tadinya pemaaf, menjadi lebih pemaaf, dan seterusnya.Perubahan ini pada dasarnya disebabkan oleh intensitas penghayatan dan pemaknaan terhadap ibadah haji itu sendiri. Di dalam surat Al-Hajj ayat 58, Allah menjelaskan salah satu tujuan haji: "Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji) menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka."

Diposkan oleh Nisye Maksum Istriku di Bandung, 2009.

Marissa Haque: Zakath via Recurring was a Brilliant Idea

TANGERANG, Banten, 2009.

Human being make new technology is to help and make their life easier. As long as their technology were not crushing with syariah laws, then utilizing this technology was helpful. This opinion came out from Marissa Haque as considering credit card recurring system application for pay zakath.

With this system, donors do not waste their time anymore for paying zakath directly. With this system, a donor can routinely for paying Zakath. In the end of period, the bill must be paid as requirement to applicating this system.

As met while she went to Serang from Tangerang, Marissa admitted that she still take out of Zakath, infaq, shodaqoh directly to needy people every time she got money. ?As donor we often forget and sometimes waiting for minimum limit as one million rupiahs nevertheless we still forget. That is why it directly gives to needy people as 2.5%?. This Ikang Fauzi's wife explained.

Marissa remarked this applied recurring system idea for zakath was brilliant idea and obviously helpful donor. She also supported IT technology application in zakath management. It is the time for technology application to make people easier to do some good activity already.

newsroom/Heny - Tangerang

Nisye dan Harry Maksum Kekasih Allah: oleh Marissa Haque (PPP)

Posted by: http://ikang-marissa.blogspot.com/

Thursday, 9 April 2009

Tak terhingga rasa terimakasih serta hutang budiku pribadi kepada – pasangan suami-istri yang sangat ikhlas ini – Nisye dan Harry Maksum dari PPP kota Bandung. Harry Maksum terlahir dari kedua orang tua beraliran Islam Parmusi, sementara Nisye istrinya terlahir dari kedua orang tua beraliran Islam Persis. Sejak awal kehadiran saya di Dapil Jabar 1 dimana saat awal saya merasa tidak pede alias ragu-ragu, untuk dapat menggarap dengan rapih-terencana­-terukur-terkendali untuk pelaksanaan Pileg 2009 ini, mendapatkan dorongan serta dukungan penuh dari mereka berdua — termasuk hampir seluruh keluarga besar Maksum dikota Bandung.Kota Bandung memang spesial.

Kalau diawal saya memiliki keterikatan emosional dengan kota Bandung karena memenangkan Piala Citra sebagai Pemeran Pembantu Wanita Terbaik pada FFI tahun 1985 pada film arahan almarhum sutradara Sophan Sophiaan berjudul “Tinggal Landas Buat Kekasih” dimana pada tahun yang sama tersebut saya sekaligus dinominasikan untuk dua film. Film kedua dimana saya dinominasikan adalah “Serpihan Mutiara Retak” yang disutradarai Wahab Abdi.

Difilm “Tinggal Landas Buat Kekasih” itu pula saya menemukan jodoh luar dalam yang kemudian menjadi suamiku – insya Allah the one and only – Ikang Fawzi seorang mahasiswa tingkat akhir FISIP-UI jurusan Administrasi Niaga, anak seorang Duta Besar RI yang baru pulang tugas dari negara Pakistan, yang sekaligus juga seorang penyanyi rock yang mulai naik daun. Adalah seorang Produser PT. Gramedia Film yang pertama kali memperkenalkan Ikang pada saya saat itu, beliau adalah Bapak Edi Soehendro.

Kembali ke kota Bandung, persembahan Mas Harry dan Mbak Nisye untuk kebangkitan Petiga di Jawa Barat sangat luar biasa karena juga melibatkan seluruh anggota keluarga inti dan keluarga besarnya tanpa diminta. Sebagai sebuah partai memang PPP sangat unik. Pangsa pasarnya sama persis diakar rumput seperti PDIP partai lamaku. Namun tentu karena berlogo Ka’bah, PPP adalah sebuah partai dakwah yang dipenuhi doa serta shalawat sehingga sejujurnya jauh lebih ‘adem.’ Sayapun sejalan dengan perjalanan sosialisasi ‘memulung’ ilmu dari Mas Harry Maksum terkait dengan pergerakan Islam selama ini di Bandung, dan Jawa Barat. Mantan wartawan Republika alumni Fisip Unpad jurusan Komunikasi ini ternyata adalah kamus hidup berjalan terkait dengan ilmu Al-Quran dan Al-Hadist.
Bagaimana caraku membayar kembali kebaikan serta keikhlasan hati mereka selama ini benar-benar belum mampu saya bayangkan hari ini. Kecuali sebuah doa panjang yang kupanjatkan malam ini bahwa silaturahmi yang telah manis kami jalin selama ini tak ingin kuputuskan sampai ajal menjemput diri kelak.
Keseriusan mereka bersama tim tandem membuahkan pertumbuhan energi internal yang mencengangkan. Rupanya semangat kemenangan 78% dari total score 100% sejak acara di Global TV kemarin, masih terbawa didalam kalbu seluruh teman-teman seperjuangan ini. Bahkan RA. Menik Kodrat sekpriku terkasih menjadi ter-maintain semangatnya karena terbawa oleh energi positif pasangan suami-istri ini.Dari hati sanubari yang terdalam saya ingin mengekspresikan: “Terimakasih yang tak terhingga Mas Harry dan Mbak Nisye terkasih… terimakasih… terimakasih… terimakasih.”

Semoga hasil akhir setelah pencontrngan tanggal 9 April kelak tidak terlalu mengecewakan hasilnya. Namun kiranya apapun yang terjadi setelah kerja keras dan kerja ikhlas kita semua tanpa terkecuali, hanya kepasrahan mengharapkan yang terbaik saja dimata Allah SWT bagi kita semua. Sehingga tidak perlu ada beban oleh karenanya, dan kita tetap bersaudara selamanya. Amiiiinn…
Allahu Akbar!

KPU Terima Keputusan MK, Pemenang Pileg Bakal Kehilangan Kursi



Sabtu 13/06/2009 08:56 WIB

JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta penjelasan pada pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal pembatalan tata ara penghitungan pembagian kursi DPR.
Jika KPU menjalankan keputusan ini maka sejumlah nama yang sudah meraih kursi DPR (pemenang pemilihan legilslatif) terancam kehilangan kursi. Di sisi lain keputusan MK bersifat final dan mengikat.

Hari ini ketua KPU dan MK bertemu dan usai pertemuan keduanya mengatakan soal keputusan mahkamah konstitusi dua pihak telah saling memahami.

"Kami saling memahami untuk persoalan ini. Kami memahami penjelasan KPU. Kami bukan mencapai kesepakatan di sini. Kesepakatan antarlembaga tidak diperbolehkan," kata Mahfud MD, ketua MK.

Dalam putusannya, MK menilai seharusnya sisa suara di seluruh daerah pemilihan dikumpulkan di tingkat provinsi sebelum dilakukan pembagian.

Setelah semua suara dibagi, maka suara itu kemudian diserahkan ke daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi, bukan ke calon anggota legislatif dengan suara terbanyak.
Sedangkan KPU sebelumnya hanya mengumpulkan sisa suara dari daerah pemilihan yang memiliki sisa kursi.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshari menyatakan bisa menerima keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Kita sudah mengeluarkan peraturan KPU No 15/2008 yang menegaskan landasan KPU pada waktu mengeluarkan keputusan tentang penetapan kursi bagi partai politik. Ternyata di situ menurut MK penerapan dari peraturan itu ada yang perlu diluruskan."
"Oleh karena itu kita minta penjelasan. Ada kewajiban KPU untuk melaksanakan keputusan MK itu," kata Anshari.

Abdul Hafiz Anshari menegaskan kedua lembaga tidak membicarakan soal nama-nama politisi yang terancam kehilangan kursi mereka di DPR, kecuali soal sistem perhitungan sisa suara.
Namun, berbagai media sudah memperkirakan sejumlah nama bakal kehilangan posisinya sebagai wakil rakyat, misalnya Ketua DPR saat ini Agung Laksono.

KPUD Sumut harus Tanggung Jawab Kekacauan di Nias Selatan

Wed, 06 May 2009 15:53:37

Medan (WASPADA Online)

KPU Pusat hingga saat ini belum melakukan penghitungan suara ulang di Nias Selatan (Nisel). Padahal kekacauan jumlah suara disana cukup meresahkan warga serta caleg yang lainnya. KPUD Sumut selaku penyelenggara pemilu harus di Sumut harus bertanggungjawab atas hal ini.
Salah seorang caleg dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDP) di Nisel, Artha Ulil Amri Batubara kepada Waspada Online tadi malam menyebutkan, selisih Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan rekapitulasi perhitungan suara di Sumut 2 sebanyak 249.000. Dan suara yang disampaikan KPUD Sumut saat hingga saat ini belum dapat dipertanggung jawabkan. "Jika memang KPUD Sumut tidak dapat mencari kelebihan suara tersebut berarti hantu pun bisa memilih," lanjut Artha yang juga sebagai Ketua Bidang Politik dan Pemilu partai PDP Sumut.

Saat ini menurutnya, suasana di Nias Selatan cukup mencekam. Pihaknya telah mengingatkan, jika KPU tidak juga melakukan perhitungan ulang, mereka tidak bertanggung jawab jika terjadi pertumpahan darah di kabupaten baru hasil pemekaran tersebut.Anggota KPUD Sumut, Sirajuddin Gayo mengatakan, pihak KPUD Sumut telah merekomendasikan kepada KPU Pusat agar mengambil alih perhitungan ulang untuk Kabupaten Nias Selatan. "Kemungkinan pihak KPU Pusat tidak akan melakukan perhitungan ulang karena melihat keterbatasan waktu, "katanya.Menurut Sirajuddin, bagi caleg partai politik yang merasa dirugikan dapat menyampaikannya ke Mahkamah Konstitusi setelah pengumuman resmi KPU pada tanggal 9 Mei nanti. (wol00/wol-mdn)

Perjuangan Menjujurkan Keadilan Melalui Mahkamah Kostitusi RI, 2009

Perjuangan menjujurkan keadilan di Indonesia sampai dengan hari ini tidak menunukkan/belum terlihat menuju arah yang diimpikan setiap warga yang ingin kesimbangan hidup berbasis aturan hukum yang melindungi warganya.

Bersama suami-istri Ikang Fawzi dan Marissa Haque, saya jumpa Gusti Randa di MK yang orang yang berhak sedang membela partainya yaitu HANURA yang terlihat sangat kompak serta profesional.

Saya adalah Ketua Timses mbak Icha (Marissa Haque) dari PPP dapil Jabar 1 dengan wilayah Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Walaupun MK telah memutuskan mbak Icha dan 15 orang yang berhak lainnya berhak duduk di DPR RI, namun masih terlihat KPU pusat sangat tidak profesional. Masih diduga mencoba bermain-main dengan seluruh pasal serta peraturan KPU dan diduga juga tidak gratis -- alias ada sejunlah dana yang secara pidana masuk kedalam delik pidana gratifikasi (penyuapan/sogok).

Mbak Icha saya dengar kemarin telah melaporkannya ke KPK. Semoga saja segera ada tindakan untuk membereskannya. Kasihan rakyat Indonesia!

Komunikasi Politik Jilbab dalam Pilpres 2009

Sumber: http://marissahaque.blogdetik.com/



Sebagai salah seorang Muslimah Indonesia yang berjilbab (berkerudung), tentu saya akan merasa sangat berbahagia bilamana banyak perempuan Islam Indonesia lainnya yang kemudian turut berkerudung. Namun ketika kerudung kemudian menjadi ajang cemooh dan olok oleh karena salah seorang kader dari salah satu partai menengah Indonesia yang menjadi corong salah satu kandidat Capres namun kemudian arah afiliasi politiknya justru berseberangan dengan yang seharusnya dia dukung – dalam koridor etika berpolitik – maka dampak yang dihasilkan justru menjadi kontra produktif dalam image bidang keilmuan komunikasi imagology. Khususnya berdampak buruk bagi para ‘pekerja penyebar informasi kebaikan’ dan penganut sikap toleransi. Ketika hal yang sangat esensial yang sesungguhnya memiliki tempat tertinggi dimata Sang Pencipta serta melekat pada semangat identitas keislaman menjadi bernilai rendah. Ketika justru sekedar digunakan untuk tujuan jangka pendek dan kepentingan posisi duniawi oleh ‘kelompok tertentu’ semata.

Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku, mantan runingmate pada saat Pilkada Banten 2006 lalu tentu sedang belajar banyak dari ‘keseleo lidah’ yang dilakukannya yang mungkin ‘diduga’ tidak sadar dilakukannya – karena kedekatan emosional pada salah satu pasangan Capres yang justru bukan di-endorse oleh partainya. Saya dapat memakluminya, karena saya pikir saya cukup mengenal pria genius dibidang ekonomi dan pemasaran lulusan Stratclyde University, Scottland dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini dengan nilai kelulusan IPK 4 bulat seperti Presiden Dr. H. SBY kakak kelasku di IPB lalu. Dia sangat mencintai Islam serta menjadikan Islam sebagai nafas kehidupan diri, karir, serta keluarganya – tentulah terkait diluar ideologi Islam dalam konsep berkeluarga yang dianutnya! Ketika sayapun dimasa lalu pernah dianggap memilih langkah politik yang ‘salah’ karena faktor kemudaan usia berpolitik, lalu kemudian dipaksa oleh kelompok masyarakat tertentu agar “wajib” menyatakan/mengaku “kalah” dalam perjuangan – padahal situasi serta kondisi sebenarnya adalah sebaliknya. Maka apa yang terjadi pada aksi statement Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku terkait jilbab yang kemudian dianggap kontra produktif oleh sebagian besar masyarakat Indonesia baik yang Islam maupun nasionalis, lalu juga dianggap sebagai sebuah ‘kecelakaan’ politik yang sebenarnya adalah proses pematangan karir politik dalam koridor memetik optimal lesson learn dari kejadian tersebut diatas. Bukan sekedar ingin membela Dr. Zulkieflimansyah karena pernah menjadi runningmate-nya semata, namun didalam berpolitik – bahkan seorang yang paling pakar dibidang keilmuan ini sekalipun – diyakini tidak ada satupun yang benar-benar paling betul 100%. Jadi depends on who’s point of view- lah! Demikian kurang dan lebihnya.

Membahas ukuran etika dalam berpolitik, sebenarnya sangat rapat dengan unsur nilai dan persepsi – dimana unsur-unsur ini berada dalam ‘in the same wave length.’ Sebagai manusia biasa, intelegensia kita terkait kompetensi yang walaupun sering kita anggap remain stabil namun sebenarnya tidak pernah berdiri diruang hampa. Seringkali kita terbuai, ketika sedang berada didalam aura zona nyaman kelompok elit politik tertentu. Sehingga seringkali pula kita lupa bahwa didalam balutan batas populasi tertentu, semua orang berlomba menuju tempat tertinggi, dimana pada posisi elitis tinggi banyak yang diduga pencapaian dilakukan dengan cara mengahalalkan semua cara (Machiavelli dalam Il Pricipe). Agak mengerikan memang bilamana menjadikannya sebagai ‘kebenaran keillahiahian’, namun diduga ‘dijual dengan harga murah’ bila dikaitkan dengan wilayah dimana populasi dimana kita tinggal dan hidup didominasi pimpinan asal sekelompok masyarakat ‘bergetah’ Indonesia yang lalu bermetamorfosa menjadi sesuatu yang sumir serta kontra produktif. Bahkan… pun, akhirnya terjadi juga pada seseorang yang dulunya saya pikir tidak mungkin kejadian (beyond my imagination), ketika seseorang dengan kompetensi bidang keislaman optimal setara Dr. Zulkieflimasyah, SE, MSc melakukannya. Namun empati serta doa saya tentunya untuk Akhi Zul – panggilan hormat saya untuk dia – karena walau bagaimanapun dia adalah salah seorang kader pemimpin negeri terbaik dari salah satu partai tengah-besar di Indonesia yang saya yakini tahu pasti cara meng-overcome the problem.

Maju terus Ya Akhi Zul… dirimu adalah calon pemimpin bangsa dimasa depan! Saudara sepupumu di Sumbawa Besar sana yang seusiamu sudah menjadi Gubernur dikampung halamannya sendiri. Kalau kemarin dirimu belum menjadi Gubernur di Banten karena dugaan kecurangan sistemik persis sama dengan yang tengah terjadi didalam proses Pilpres 2009 ini, mulai dari DPT palsu, penggembosan suara, penggelembungan suara, penghitungan tabulasi palsu, intimidasi, legalisasi money politics, KPUD dalam perintah tangan rezim status-quo, dan lain sebagainya (termasuk dugaan ijazah palsu oleh salah seorang kandidat dari rezim status-quo) – dimana kita semua yakin hal tersebut terjadi secara seragam dan hampir merata diseluruh Indonesia. Sebenarnya hari ini kita tinggal menunggu Sang Ratu Adil yang sebenarnya datang untuk memimpin Indonesia, yang kini dalam kacamataku telah menajdi sebuah negeri gagal! Sebuah wilayah kenegaraan yang dipimpin oleh dominasi gaya kepemimpinan ‘masyarakat bergetah.’ Asalkan kita – meminjam kata-katamu Akhi Zul sendiri – “don’t crack under the pressures.”
Insya Allah Akhi Zul, dirimu akan menjadi salah satu pilar pemegang tongkat komando menejemen kewilayahan di Indonesia dimasa depan. Mungkin menunggu usiamu seumur usiaku hari ini, agar tak perlu lagi melalui ‘slip of the tongue’ seperti ‘the head-scarf case’ semacam kemarin itu-lah! (smile)… Insya Allah, just always go for the best as usual. I trust you!

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

83 Tahun dalam Hidup Berkualitas: Ayah Mertua Marissa Haque Berpulang Hari Ini


Oleh: Marissa Haque, 30 Juni 2009.

Tiada hal yang paling membahagiakan dalam hidupku kecuali melihat wajah cinta dan kasih tersebar dimana-mana didalam keluarga kami. Baik keluarga intiku – hidup perkawinan Ikang Fawzi dan saya Marissa Haque – maupun keluarga besar suamiku dari saat masih lengkap dahulu sampai yang tersisa masih hidup sekarang ini. Namun ada yang sanga terasa ‘mewah’ ketika dalam setiap perjumpaan Ikang Fawzi suamiku memperlihatkan ekspresi cinta-kasih kepada ayahandanya semata wayang – kami menyebut beliau sebagai The Singing Ambassador Dato’ Fawzi Abdulrani.

Like fther like son, alhamdulillah… ni’mat yang tak pernah boleh lupa kusyukuri. Fabiayyi ala’i Robbi kumma tukadzdzibaan…

Ikang yang sangat mencintai Ayahnya karena Dato’ Fawzi sebagai ayah sejak kecil memang sangat memperhatikan keempat anak-anaknya dengan cinta-kasih. Mencari pasangan hidup memang tak salah bila disarikan oleh para leluhur kita untuk melihat dari sisi bibit-bebet-bobot. Bahkan ada pepatah yang mengatakan buah apel jatuh tak jauh dari pohonnya, diiringi rasa syukur yang tak pernah henti saya menjadi saksi hidup bahwa Ikang Fawzi suamiku semata wayang mencintai kedua anak-anaknya seperti apa yang telah didapatkannya sebagai cinta penuh tanpa pamrih dari kedua orang tuanya baik semasa sang ibunda tercinta masih hidup sampai sekarang ketika Dato’ Fawzi tinggal sendirian.

Cinta kasih tanpa pamrih adalah spirit kehidupan rumah tangga kami Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Jauh dari segala ukuran materi dan jebakan duniawi kami ingin merawat cinta dan kasih ini seumur hidup kami… selamanya… sampai kami mati kelak menuju Muara Abadi-Nya. Allahu Akbar!

***

Kenangan Marissa Haque atas Kopi dan Ayah Mertuanya Tercinta

Kenangan mbak Icha/temannya Nisye Maksum Istri Saya.

Tulisan untuk Majalah Noor, padaDesember 2003 Marissa’s Story


Photography by: R.A. Menik Kodrat Pangrawit.


Jakarta, 1 Desember 2007.

Hari ini, hari Minggu. Masih suasana liburan Lebaran. Hari-hari terakhir sebelum aku akan kembali ditenggelamkan oleh segudang target kehidupan dan masa depan. Termenung aku duduk di Musholaku. Semilir bau tanah basah bekas hujan semalam. Bunga Kembang Sepatu merah tua seakan menyapa selamat pagi untukku yang sedang enggan mandi pagi. Kupandangi kursi tua yang kududuki, warisan ibuku. Kuraba sarung jok dibawah kimono katun yang kupakai. Rasanya baru saja kuganti seminggu sebelum lebaran, tapi entah kenapa getaran kuno dari kursi tua ini selalu melambungkanku pada suatu masa kebersamaan yang hangat. Masa-masa yang terekam kuat dibawah sadarku. Orang-orang yang dekat dihati, yang telah pergi sebanyak satu generasi. Ayah Ibuku, dan keluarga besar Ibuku yang aku kasihi. Masih teringat dibenak saat kecil kami berempat—Shahnaz adikku yang terkecil belum lagi lahir—Mama, Papa, Soraya, dan aku berlibur dari pelosok kabupaten kecil di Plaju-Baguskuning, Palembang tempat ayahku bekerja sebagai karyawan Pertamina, menuju kota Bondowoso, Jawa Timur kampung masa kecil almarhumah Ibuku. Sepanjang perjalanan dengan memakai pesawat Fokker F28, yang sudah sangat terasa mewah saat itu, kami pergi terlebih dahulu menuju Jakarta, kemudian transit melalui Surabaya diteruskan perjalanan melalui darat melewati daerah Pasir Putih, baru setelah itu tiba di Bondowoso, Jawa Timur. Kami menginap dirumah besar orang Belanda istri kedua sepupu Eyang Putriku. Karena tak memiliki anak dari perkawinannya, beliau menganggap Ibuku dan semua sepupunya sebagai anaknya sendiri. Perjalanan ini menjadi istimewa, karena tak lama setelah liburan kami, Oma Belanda itu meninggal dunia.

Ada benang merah yang membuat aku flash back kepada masa lalu. Tekstur kursi tua yang aku duduki warisan almarhumah ibuku dari rumah Belanda di Bondowoso dan aroma kopi tubruk dari cangkir yang aku gengam. Aroma ini sangat mirip dengan rekaman masa lalu bawah sadarku. Aroma yang memanggil-manggil. Ah,…wangi kopi! Bagaimana mungkin aku mengacuhkan keberadaan kopi, karena sejak diperkenalkannya di Bondowoso saat aku kecil, aku selalu ingin tahu lebih jauh. Bukan hanya karena suka akan rasa dan aromanya, akan tetapi kepada hikayat cerita yang melengkapinya. Membawa aku berkelana jauh dimasa ratusan tahun dibelakang. Oma Belanda ini sangat faham sejarah dunia, beliau juga sangat tahu nama-nama jenis kopi yang ditanam serta dibudidayakan disekitar rumah besarnya. Ya, beliau dan suaminya yang orang Jawa Timur adalah pemilik lahan luas perkebunan kopi Bondowoso saat itu. Masih teringat bagaimana aku sambil terkantuk duduk bersandar dibahunya, mendengar dengan seksama cerita-cerita memikat.

Diceritakan bahwa biji kopi yang terbaik dari Bondowoso adalah yang sudah dimakan Musang, yang keluar bersama kotorannya. Saat itu biji kopi juga bisa didapatkan dari berbagai perkebunan lain ditanah air. Antara lain dari Aceh, Medan, Toraja, Timor, juga daerah tetangganya di Jawa Timur, Jember. Biji-biji kopi yang merah tua itu disimpan dalam karung goni digudang selama lima sampai tujuh tahunan. Biji- biji tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahai selama minimal tujuh jam. Setelah itu ditumbuk, disangrai, setelahnya digiling. Wah, bahagianya aku dapat membayangkan seluruh proses produksinya. Bahan informasi awal inilah yang membuat aku hari ini bersiap- siap “pulang kampung” ke Bondowoso, bernostalgia tentang keberadaan lingkungan perkebunan kopi tersebut terutama melihat kondisinya setelah terkena landreform beberapa belas tahun yang lalu, serta melihat kemungkinan membuat film dokumenter tentang Kopi Arabika asal Jawa Timur.

Cerita sang Oma semakin memikatku, apalagi setelah diperkaya oleh hikayat perdagangan yang dilakukan orang-orang Belanda di Nusantara sebelum sang Oma lahir, kerjasama yang didasarkan secara berat sebelah oleh Kompeni, orang-orang bumi putra yang merebut kembali kekuasaan tanah ulayat milik adat, serta percintaan “terlarang” nya dengan Eyang Kakung yang tidak utuh kuserap karena faktor usia. Kuingat Soraya sudah asyik terlelap dikasur lebar, dikaki Oma Belanda bersama para sepupu yang lain.

Sang Oma juga membagi resep, beliau mengatakan bahwa baginya usaha kopi sangat kaya seni. Seluruh proses produksi—diluar pembudidayaan kebun—dipegangnya sendiri. Ia berprinsip menjual kopi yang harus fresh. “Cara” baginya adalah sangat penting, jumlah bukan bidikan pertama. Setiap kesalahan berproses adalah proses belajar itu sendiri, kata beliau. Kata-kata ini juga yang selalu terekam dibawah sadarku, bahwa sebuah proses belajar tidak ada yang instant. Hasil akhir biarkan menjadi misteri, yang penting adalah menikmati proses belajarnya. Karena belajar itu asyik. Harus proaktif mendatangi beberapa pakar, tidak malu untuk bertanya, serta menjalin silaturahmi berkala kepada siapa saja yang bermurah hati untuk membagi ilmunya—karena menurut beliau didunia ini tidak banyak orang ikhlas yang tulus mau berbagi ilmu pada sesama.

Dan detik ini, aku lupa bahwa aku belum menyiapkan sarapan apapun untuk keluargaku. Bik Inah pembantu yang sudah ikut puluhan tahun di dalam keluargaku masih pulang kampung, belum balik lagi. Jadi sebenarnya inilah saat yang paling tepat bagiku untuk mengekspresikan rasa cinta pada keluarga melalui perut. Salah satunya adalah dengan menuangkan kopi dalam cangkir-cangkir keramik biru kesayangan. Yang sedikit besar untuk Ikang suamiku, sementara ukuran sedang untuk Mertuaku. Anak-anakku menyukai rasa kopi didalam campuran Mocca Cream dalam mug besar. Aku ingin meneruskan kebiasaan berdiskusi ringan dengan mereka semua dimeja makan. Tentang apa saja. Tentang headline dikoran hari ini, tentang Politik, Ekonomi, atau Sosial dan Budaya. Bila diskusi tidak nyambung, tidak mengapa. Aku ingin menciptakan suasana cerdas dimeja makan. Juga penting membina kebiasaan mengutarakan pendapat dengan cara yang santun dan terasah. Mertuaku yang mantan Diplomat Karir biasanya menjadi mentor informal. Sehingga Kopi bagiku bukan sekedar minuman belaka, tetapi juga adalah perekat tali emosi didalam keluarga.

Sementara itu diluar rumah, aku sering sekali memilih Coffee House atau Coffee Lounge sebagai meeting point walau sekedar social chat demi menyambung silaturahmi. Lebih serius lagi sering pula menjadi tempat membina relationship dengan relasi bisnis.

Kopi memang selalu menarik. Semenarik harumnya yang selalu membuat orang mau tidak mau—walau sekedar hanya untuk menghirup aroma— menyita minimal satu atau dua detik untuk menikmatinya.

Aroma Kopi, bagiku adalah aroma cerdas dan elegant. —